Mohon tunggu...
Lia Fahmi
Lia Fahmi Mohon Tunggu... -

pemakan nasi, peminum air,penyembah Allah SWT, penyayang sesama, penghirup udara, penyebar pesona, pencerah dunia, pecinta cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pupuk Racun

26 Desember 2016   16:53 Diperbarui: 26 Desember 2016   17:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasa, suasana kelas sangat kacau dan terlihat berkubu-kubu, di barisan depan khusus kumpulan anak-anak rajin dan berkacamata, para pejuang kurikulum. Di barisan tengah berkacamata juga namun bukan karena kutu buku, melainkan kebiasaan “ngantor”, kata lain dari main gamesyang sudah jadi kebiasaan mereka. Dan kubu terakhir yaitu barisan belakang, habitatku. Tempat semua gossip terkumpul disini seperti pagi ini, dihebohkan dengan fenomena awkarin artis social media yang terkenal karena lifestyle-nya yang urakan,bandel,dan bahasanya... kasar.

Sedetik kemudian Koda si raja gosip menarikku ke kerumunannya, “Alin, lo tau ga si awkarin bikin video curhatan diupload ke youtube eh dia nyablak banget ngomongnya anj*ng, keren deh pokoknya berani banget.” Kata Koda. Hah? Keren? Dia bilang itu keren? “Kodaa.. itu bukan keren, tapi perusak moral anak-anak bangsa, lu tau kan pacarnya penyanyi dangdut duta pancasila yang bahasanya gila malah jadi trendsetter, bentar lagi awkarin juga bakal kayak gitu kalo banyak orang sebego lo yang nganggap itu keren. Inget, bahasamu adalah karaktermu.” Jawabku. Mereka terlihat tidak peduli dengan pendapatku, tidak lama, Premis angkat bicara, “Ah lo jadul banget sih, masa iya kita sebagai ABG harus ngobrol pake bahasa formal saya-anda hahahah terus pake bahasa berat sesuai KBBI segala emangnya baca puisi .” Mereka tampak bersikeras dengan argumennya. Ah susah sekali memperingatkan mereka, sudahlah bukan urusanku.

Benar saja, dari hari ke hari fenomena awkarin semakin menjadi jadi, mulai dari gaya pakaiannya, gaya dandanannya, dan yang paling mencolok adalah gaya bicaranya yang sudah mendoktrin ABG sampai ke anak-anak SD, hewan kebun binatang berkeliaran dimana-mana, seolah-olah lumrah. Ditambah lagi dengan hebohnya wakil rakyat yang diduga melakukan penistaan agama dan seorang motivator yang mulutnya biasa dipakai untuk memotivasi, sekarang malah mensomasi. Semuanya hanya karena satu hal... BAHASA.

Saat ini benar-benar kacau, ketika bahasa menjadi bahaya, dan budaya mulai lenyap, “Kriiing..” tiba-tiba ponselku berbunyi, ada pemberitahuan pesan masuk dari Metafora, teman lamaku.

H@ii aLinea, udach lama Yach qta gax ketemu, Ntar pul4ng squlah maeN yucK ke ruMah Qu, jngan lupa ajak Verba yach, kangend bangetz nich.. see U :)

Tulisan macam apa ini?! Ternyata Meta masih sama seperti dulu, sangat kreatif. Angka dijadikan huruf, tanda baca, penempatan huruf capital, dan masih banyak lagi kekreatifannya . Bayangkan, jika suatu saat semua orang sekreatif Meta hmm.. Mau bagaimana generasi nanti jika bibitnya sudah dipupuk racun sejak dini.?

“Nek!.” Bentakan Prosa menghentikan cerita nostalgiaku dan mengembalikanku ke masa sekarang. “Udah ah ceritanya jijik banget ih ga ngerti deh gue.!” Ceplos Prosa dengan polosnya. Beraninya dia berkata seperti itu kepada neneknya sendiri tanpa kesopanan, inilah 2056, era dimana bibit yang telah dipupuk racun itu kini telah tumbuh. Andai saja dulu budaya berbahasa dipertahankan, mungkin sekarang tidak tenggelam ditelan zaman.. “Ssrrkkk cek cek” tiba-tiba suara nyaring mic milik presiden mengalihkan perhatianku dan seketika itu, sang presiden muda melanjutkan pidatonya…

“Woy rakyat gue! Gue ini presiden, lo semua harus patuh ye sama perintah gue sampe masa jabatan gue abis di tahun 2060, awas loh kalo nggak! Tuh bui nungguin elo tuh mampus deh ..!”

Bibit yang dulu dipupuk racun kini telah tumbuh bahkan…. Menjalar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun