Jogja. Tepatnya di Warung Gudeg Mercon, punyanya Yos teman SMA nya juga.
Hari Sabtu berturut-turut Rohman dan kedua teman SMA nya sudah ngonthel ke dua tempat yang cukup jauh dari rumahnya, yaitu di Kulon Progo dan Bantul. Rencana hari Sabtu ke-3 memilih tempat yang agak dekat, yaitu KotaNamun keluhan rasa nyeri di kaki sebelah kanan Rohman dirasakan pada hari Senin pagi setelah bangun tidur. "Ngopo Pah, kok dengklang?" Tanya istrinya.
"Embuh ki, kok nyeri banget nek enggo mlaku."
"Kesleo palingo Pah? Wis tak kandani, Sampean ki wis meh setengah abad umure. Olah raga ki apik-apik wae, ning yo kudu sesuai takaran. Tenis kok seminggu ping telu ditambah ngonthel tekan adoh-adoh."
Rohman diam dan berusaha berjalan tertatih-tatih ke kamar mandi untuk buang air dan wudhu untuk sholat subuh.
Dari dalam kamar mandi, Ia mengiyakan apa yang dikatakan istrinya. Setelah keluar kamar mandi, istrinya masih di tempat tidur, "ndang dipriksake dokter po diurut sakdurunge soyo parah."
"Yoh," jawab Rohman singkat.
Setelah salam, Rohman mengingat-ingat apa yang menyebabkan rasa sakit di kaki kanannya itu. Salah satu hobinya adalah berolah-raga. Setelah sebulan berpuasa dan dibarengi "lockdown" akibat pandemi covid19 tidak tenis dan bersepeda, ketika sudah dibolehkan beraktivitas di luar, Ia pun kembali melakukan hobinya dengan melebihi daya tahan tubuhnya yang sudah tidak muda lagi.
Rohman teringat waktu balik dari gowes ke Bantul yang menempuh jarak sekitar 50 km pulang-balik sampai di kampus UGM. waktu itu sekitar pukul 12 siang dengan terik Matahari yang menyengat dan kondisi kelelahan. Untuk menghindari terik Matahari, Ia tidak memilih jalan ke perempatan Mirota, namun masuk gerbang Bulaksumur karena di jalur lambat penuh dengan pohon yang rindang.
Setelah sampai di depan Gedung UC, Ia belok kiri untuk keluar kampus lewat Jakal. Namun celah di trotoar yang memungkinkan sepeda bisa keluar ditutup rapat.
"Waduh piye ki, mosok kudu mbalik maneh?" Tanyanya dalam hati.