Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

SDGs Terancam COVID-19

21 Mei 2020   06:20 Diperbarui: 22 Mei 2020   08:18 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PSBB (Kompas.com, Foto : Herry Lotulung)

Tanggap COVID-19 yang Berkelanjutan Adalah Norma Dunia

Sebagai akibat dari wabah COVID-19, krisis kesehatan dan krisis ekonomi telah bersamaan melanda seluruh masyarakat dunia, juga Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam tanggap wabah COVID-19 adalah kritikal. Kebijakan ini akan mempengaruhi seberapa besar jumlah kematian penderita COVID-19 dan seberapa serius ekonomi akan alami penurunan.

Juga, kebijakan pemerintah dalam merespons COVID-19 akan menentukan apakah situasi ekonomi, sosial, dan lingkungan kita alami kemajuan atau kemunduran terkait pencapaian target pembangunan berkelanjutan. Pilihan kebijakan yang benar akan menantukan keberlanjutan hidup masyarakat Indonesia.

Kepada the Jakarta Post 28 April 2020, UNDP, salah satu lembaga pembangunan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) membagi beberapa rekomendasi untuk Indonesia, yang antara lain:

  • Kebijakan tanggap bencana wabah COVID-19 perlu cepat dan tepat. Ini disusun dan diimplementasikan untuk memperkuat sistem kesehatan dan sekaligus menjaga serta membangun langkah yang tepat di bidang ekonomi. Kebijakan ini perlu disusun untuk dapat merespons tantangan masa kini dan masa depan. Prioritas untuk melakukan respons di bidang kesehatan merupakan prasyarat untuk daoat melakukan respons di bidang ekonomi dengan benar dan memadai;
  • Mempertimbangkan paket stimulus yang berkelanjutan di bidang kesehatan, ketengakerjaan dan kemanusian, khususnya untuk kelompok termiskin dan paling rentan, baik perempuan maupun laki laki. Studi global menunjukkan bahwa perempuan mendapat beban lebih berat dibandingkan dengan laki laki pada situasi bencana dan wabah COVID-19. Pemerintah Indonesia telah menyediakan paket stimulus yang juga berkait dengan perlindungan sosial. Misalnya, penyediaan kartu kerja dan juga paket gratis listrik. Meskipun demikian, pengkinian data pemanfaat adalah tantangan yang harus segera diselesaikan. Data ini termasuk UKM yang memerlukan dukungan. 
  • Menggali sumber daya fiskal dalam negeri untuk mengantisipasi turunnya arus pendanaan dan investasi dari luar negeri. Subsidi untuk BBM perlu dilepaskan agar dana bisa dipakai untuk layanan pembangunan yang lain, khususnya untuk sektor kesehatan.
  • Mempertimbangkan dengan serius keterkaitan wabah COVID-19 dengan isu krisis iklim. Seharusnya, pademi membuat pemerintah dan masyarakat makin menyadari pentingnya menjalankan pembangunan yang berkelanjutan, yang menjaga dan memelihara bumi kita. Lingkungan kita sudah sangat buruk dan pendekatan pembangunan yang tidak menggunakan prinsip berkelanjutan akan memperburuk situasinya.

Namun demikian, kebijakan dan program yang dilahirkan dan dijalankan oleh pemerintah kita akhir-akhir ini membuat masyarakat bingung dan ketar ketir. Juga, terdapat kesan, pemerintah dan masyarakat memaknai Normal Baru sebagai ‘business as usual di masa baru'.

Padahal Normal Baru menuntut adanya perubahan cara berpikir, pola konsumsi dan produksi, gaya hidup dan perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contohnya.

  • Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) baru saja disahkan. Sayangnya, Undang undang itu lebih ditujukan untuk memberi perlindungan kepada keberlangsungan perusahaan pertambangan. Sementara itu, masyarakat akan rugi karena pertambangan yang dipertahankan atau diperluas akan mendorong deforestasi. Ini juga akan mengancam kehidupan binatang liar, yang menyebabkan makin banyaknya kasus penyakit, termasuk Malaria yang ada di wilayah tambang. Undang undang tersebut tidak menetapkan batas operasi perusahaan pertambangan. Yang lebih parah, Undang undang itu menghapus pasal adanya hukuman pidana pada koruptor dan pelanggar aturan. Yan menyedihkan, undang undang itu disusun dengan terburu buru di tengah pandemik dan dilakukan dengan proses yang tidak melibatkan partisipasi publik. Ketua WALHI Nasional menyayangkan bahwa Undang undang tersebut hanya melindungi kepentingan perusahaan tambang tanpa meminta perusahaan menjalankan tanggung jawabnya menutup lubang lubang tambang yang ada (Mongabay.co.id, 13 Mei 2020);
  • Pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan, padahal Mahkamah Agung, dalam putusan pada 31 Maret 2020 telah membatalkan kenaikan iuran yang dibuat pemerintah pada 2019. Keputusan yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 5 Mei 2020 itu dianggap tidak sensitif pada kesulitan masyarakat di saat pandemi (Kompas.com, 14 Mei 2020).
  • Sebetulnya, setelah beberapa saat kebijakan Jaga Jarak dikeluarkan, masyarakat mulai belajar mempraktekan protokol. Sebagian masyarakat mulai jaga jarak minimal 1 sampai 2 meter dengan orang lain di toko serba ada dan di tempat publik. Beberapa fasilitas perbelanjaan juga menyediakan tempat mencuci tangan dan disinfektan. Namun, tidak lama kemudian, pemerintah, melalui peraturan Menteri Perhubungan membuka kembali semua moda transportasi dan mengijinkan masyarakat yang memiliki tujuan urgen dan mengantongi surat tugas untuk dapat melakukan perjalanan. Alhasil, masyarakat yang berniat mudik berbondong bondong untuk mendapatkan surat tugas, melakukan 'rapid test' COVID-19 dan pulang kampung. Ternyata, relaksasi terbukti menyebabkan bertambahnya kasus yang terkena infeksi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri menetapkan bahwa negara harus memenuhi persyaratan dan menggunakan data epidemologi untuk menentukan pelonggaran PSBB. (Kompas.com, 18 Mei 2020).
  • Segera pula kita lihat masyarakat menyemut di tempat perbelanjaan, di pasar dan pertokoan untuk mempersiapkan lebaran, dan juga di antrian sembako, maupun di terminal, pasar dan bandara terjadi tanpa mengindahkan protokol jaga jarak dan penggunaan masker. Intinya, masyarakat abai pada protokol 
  • Sebagai anti klimaks dari penerapan PSBB, media melaporkan adanya konser amal penggalangan dana secara virtual yang diadakan oleh MPR, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dihadiri petinggi republik. Sayangnya, protokol jaga jarak dan penggunaan masker tidak diindahkan. (kumparan.com, 18 Mei 2020). 

Melupakan Catatan Pandemi dan Ancaman pada Pembangunan Berkelanjutan

Terdapat banyak persepsi terkait penerapan PSBB di kalangan masyarakat. Terminologi Normal Baru didengungkan, sementara upaya untuk Jaga Jarak belum optimal dilakukan. Relaksasi juga dilakukan tanpa mengindahkan standard WHO. Semua seakan kembali kepada kehidupan normal ketika pemerintah mengumumkan relaksasi pada beberapa sektor kegiatan.

Ini mengerikan.

Masyarakat awam yang tidak paham akan risiko COVID-19 terus melakukan moblitas yang tinggi, menjadikan dirinya dalam risiko yang membahayakan nyawanya. Pada saat yang sama, pemerintah telah memperkealkan terminologi "Normal Baru”.

Repotnya, masyarakat menganggap normal baru hanyalah jargon. Dan, situasi telah kembali ke status normal seperti sebelumnya. Perubahan cara berpikir dan perilaku tidak terjadi di sini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun