Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nyepi di Bali, "Lockdown" di Banyak Negara di Dunia, dan Anomali Perubahan Iklim

25 Maret 2020   19:59 Diperbarui: 26 Maret 2020   06:44 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Upacara Melasti Tanpa Ogoh Ogoh ( Kompas Regional, Getty Image)

Nyepi kali ini dilakukan dalam suasana yang berbeda. Berbeda karena upacara upacara yang melibatkan banyak orang untuk berkumpul terpaksa harus dibatasi karena mencegah penyebaran virus COVID-19. Masyarakat Hindu Bali juga tidak menyertakan Ogoh Ogoh yang biasanya diarak dalam bentuk parade. 

Berbeda karena biasanya setelah Nyepi terdapat ritual Ngembak Geni, yaitu masyarakat beraktivitas keluar rumah untuk mengunjungi sanak saudara dan ke tempat wisata, dan kali ini masyarakat disarankan oleh pemerintah Provinsi Bali untuk melanjutkan pelaksanaan Catur Brata Penyepian sampai dengan 26 Maret 2020 (Liputan6.com, 24 Maret 2020). Aturan ini juga berlaku untuk perusahaan. Karyawan diharapkan untuk  diliburkan. Ini karena untuk merespons situasi merebaknya virus Corona.

Sebetulnya, Nyepi kali ini juga berbeda karena bukan hanya orang Hindu Bali saja yang mengurangi kegiatannya, tetapi juga masyarakat dunia, untuk alasan berbeda. 

Kita lihat, beberapa hari terakhir, kota kota dunia senyap karena 'lockdown'. Seakan, COVID-19, memaksa manusia dunia untuk melakukan sebagian dari penyepian, termasuk tidak bekerja.

Dunia seakan rehat, dan sebagiannya seperti tidur nyenyak dengan hadirnya wabah Corona. 

Beberapa media memunculkan foto foto hasil jepretan fotografer di berbagai belahan dunia yang menampakkan kota kota yang semula hiruk pikuk menjadi sunyi. Menara Eiffel di Paris, tempat wisata di Islamab, Monumen Nasional di Washington DC, Sydney Opera di Sidney, the Disney World di Orlando Amerika menjadi tempat yang sunyi (theatlantic.com, Maret 2020)

Penutupan dan pembatasan banyak penerbangan, pembatalan pertunjukan musik dan seni, pembatasan orang yang berkumpul, penutupan kantor dan kegiatan ekonomi menjadikan banyak tempat sangat sepi.

Cinderella Castle Main Street at Disney's Magic Kingdom, Orlando, Florida, pada 16 Maret, 2020. # Gregg Newton / Reuters
Cinderella Castle Main Street at Disney's Magic Kingdom, Orlando, Florida, pada 16 Maret, 2020. # Gregg Newton / Reuters
Nyepi di Bali dan di Dunia, dan Perubahan Iklim 

Mongabay.com pernah melaporkan hasil pemantauan BMKG Bali di lima daerah di Pulau Bali, yaitu Denpasar, Bedugul-Tabanan, Karangasem, Singaraja, dan Negara-Jembrana pada saat sebelum, ketika dan sesudah Nyepi di tahun 2013 menunjukkan pengaruh anthropogenic pada kenaikan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) yang mencapai 33%. Artinya pada Hari Raya Nyepi terjadi penurunan emisi GRK rata-rata 33 persen. Pemanasan global disebut perlu memperhatikan dua parameter, yaitu kenaikan suhu dan konsentrasi GRK di atmosfer. Ini dilakkan di antaranya dengan cara langsung menggunakan alat digital Wolf Pack Area Monitor dan Continous Analyzer IRIS 4600. Alat ini mengukur konsentrasi gas rumah kaca per jam, dengan parameter untuk karbondioksida dan nitrogendioksida (Mongabay.com, 28 Maret 2017).

Kalau Nyepi terbukti mengurangi emisi karbon dengan signifikan, tentunya proses 'healing' dari bumi karena wabah COVID-19 ini bisa juga punya dampak signifikan.

Adanya 'lock down' di Cina, khususnya di Wuhan diestimasikan berkontribusi pada penurunan emisi karbon. Adanya 80.000 orang yang sakit dan terinfeksi virus Corona menyebabkan pabrik dan penerbangan ditutup. Diduga, 'lockdown' selama 3 minggu di Cina menyebabkan adanya penurunan karbon emisi sejumlah 25% lebih rendah dibandingkan dengan emisi karbon di tahun sebelumnya, pada periode yang sama. Ini disampaikan oleh Lauri Myllyvirta, soerang analis dari the Center for Research on Energy and Clean Air (Newyorktimes.com, 26 Februari 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun