Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Apakah Indonesia Siap Merespon Multi-Bencana di Tengah Serbuan Corona?

21 Maret 2020   06:00 Diperbarui: 11 April 2021   07:25 4269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi virus Corona atau Covid-19 (KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)

Terdapat anak anak SD yang selama 6 bulan masih belajar di sekolah darurat berdinding gedek dan beratap terpal. Sampai saat inipun, perekonomian masyarakat penyintas, terutama yang tergantung pada wisata Rinjani belum sepenuhnya pulih dan bangkit karena beberapa wilayah gunung tersebut dinilai belum aman.

Sementara itu, gempa, tsunami dan luikifaksi di area Palu dan sekitarnya merenggut 4.300 nyawa dan merusak 103.000 rumah. Setelah setahun sejak bencana yang terjadi 28 September 2018 itu, diperkirakan sekitar 57.000 orang masih belum memiliki rumah tetap. Perekonomian masyarakat, khususnya penyintas juga masih terbatas.

Pada akhir 2018, Tsunami terjadi di Selat Sunda dan mengakibatkan ratusan korban jiwa di wilayah Lampung dan Banten.

Pembelajaran penting dari pengalaman beberapa negara dan Indonesia dalam kesiapsiagaan bencana melibatkan beberapa aspek, termasuk 1) tata kelola dan kesiapan operasional, 2) daya tahan atau resiliensi dari sistem kesehatan, 3) sinergi sistem kesehatan dengan masyarakat dan lingkungannya, serta 4) kerjasama antara pemerintah dan seluruh masyarakat (WHO, 2017).

Tatakelola untuk mengintegrasikan kesiapsiagaan bencana dengan tanggap bencana serta rehabilitasinya akan selalu menjadi acuan utama. Meskipun BNPB merupakan focal point yang penting dalam merespon bencana, namun lembaga terkait lain, khususnya kementrian Kesehatan sangatlah kritikal.

Sayangnya, kita jarang menemukan publikasi ataupun informasi dari pemerintah terkait kajian dan evaluasi atas implementasi sistem dan tata kelola kesiapsiagaan bencana di negeri ini.

Pembelajaran atas pengalaman mengelola Tsunami Aceh, Gempa Lombok, tiga bencana di Palu seakan tidak pernah memiliki pembelajaran. Padahal, begitu banyak lembaga dana yang membuat kajian dan evaluasi serta peningkatan kapasitas terkait aspek ini.

CSIS melakukan studi terkait beberapa persoalan tata kelola tanggap bencana, antara lain koordinasi antar lembaga, sistem peringatan dini yang buruk, kurangnya infrastruktur yang tahan bencana, maraknya kriminalitas pada situasi dan pasca bencana, dan terbatasnya pendanaan untuk kesiapsiagaan bencana (csis.or.id).

Transparency International, dalam newsletternya pada 20 Maret 2020 berharap bahwa pimpinan G20 yang akan bertemu secara online pada minggu depan makin meningkatkan solidaritas untuk menyetop meluasnya penyebaran virus Corona sebagai kepentingan bersama.

Juga, bencana wabah yang luar biasa ini menuntut pula akuntabilitas yang luar biasa dari semua pimpinan G20 dan juga pimpinan negara lainnya. Artinya, standard anti korupsipun perlu ditegakkan dalam pelayanan kesehatan, pengadaan obat obatan, vaksin dan juga penelitian yang dilakukan.

Pengalaman Jepang untuk merespon multi bencana, termasuk gempa Kumamoto bermagnitudo 7,3 SR di tahun 2011 dan bencana nuklir Fukushima bukan berarti membuat Jepang efektif dalam merespons wabah virus Corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun