Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Apakah Indonesia Siap Merespon Multi-Bencana di Tengah Serbuan Corona?

21 Maret 2020   06:00 Diperbarui: 11 April 2021   07:25 4269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi virus Corona atau Covid-19 (KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)

Pada rentang 2 bulan ini pula, dicatat adanya kerusakan rumah sejumlah lebih dari lima puluhan ribu (50.000), baik karena banjir, longsor maupun puting beliung. (CNNindonesia.com, 2 Maret 2020). 

Tiga gunung berapipun, Merapi, Semeru dan Anak Krakatau mengalami erupsi sejak bulan Januari sampai Maret 2020. Semeru alami 17 kali erupsi, Anak Krakatau alami erupsi sejumlah 9 kali, sementara Merapi alami 2 kali erupsi (katadata.co.id).

Dalam hal virus Corona, dengan ‘fatality rate’ atau rasio kematian  yang melonjak drastis menjadi 8,3%, maka Indonesia berada pada urutan tertinggi di dunia, di atas Filipina dan San Mario. Dan rasio ini jauh lebih tinggi dari rasio kematian di Cina. 

Untuk itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka, pemerintah Indonesia harus melakukan keputusan untuk melakukan tindakan luar biasa, cepat dan tepat agar kasus dan korban meninggal tidak bertambah. 

Prediksi Tim PPMS ITB tentang jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang akan mencapai sekitar 8.000 dalam beberapa pekan ke depan, sama seperti yang terjadi di Korea Selatan. tentu memerlukan perhatian. Dan, bukan tidak mungkin prediksi ini bahkan akan membengkak berlipat kali bila langkah pencegahan di Indonesia tidak sekuat dan sebaik di Korea Selatan. (https://kbr.id/nasional/03-2020). 

Bencana alam dan bencana lain bisa saja hadir di antara kita. Dampak perubahan iklimpun menjadi bagian dari faktor yang berkontribusi pada bencana alam dan bencana kesehatan yang kita alami.

II. Pernahkah Kita Memanfaatkan Pembelajaran dari Bencana Masa Lalu?

Sejak terjadinya peristiwa Tsunami di Aceh pada tahun 2006, kapasitas Indonesia dalam merespon bencana dinilai banyak pihak meningkat. Namun, banyak pula catatan yang perlu menjadi perhatian kita.

Sebut saja gempa Lombok yang terjadi beruntun pada akhir Juli 2018 sampai Agustus 2018.

Lendang Luar yang rata dengan tanah, Sembalun Lombok Timur ( Foto: Larazita)
Lendang Luar yang rata dengan tanah, Sembalun Lombok Timur ( Foto: Larazita)

Gempa di Lombok mencatat adanya korban jiwa sebesar 467 jiwa di Lombok Utara, 44 jiwa di Lombok Barat, 31 jiwa di Lombok Timur, 7 jiwa di Sumbawa, 2 jiwa di Lombok Tengah dan 9 jiwa di Mataram, dengan jumlah pengungsi sebesar 101.735 jiwa di Lombok Utara, 116.453 jiwa di Lombok Barat, 104.060 jiwa di Lombok Timur, 41.003 jiwa di Sumbawa, 13.887 jiwa di Lombok Tengah dan 13.894 jiwa di Mataram (Haiziah Gazali & Leya Cattleya, Kerentanan Risiko dan Ketangguahan Penyintas Gempa Lombok, 2018).

Sampai dengan akhir 2019, masih terdapat ribuan keluarga belum memiliki rumah tetap. Selain persoalan pendataan warga penyintas yang belum beres, bencana yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional (karena alasan politis) ini sempat alami keterlambatan dalam tahap tanggap bencananya. Tahap rehabilitasipun memakan waktu. 

Di beberapa wilayah, khususnya di Lombok Timur, ada kesan penyintas berjuang sendirian. Transisi Bupati baru serta Gubernur baru untuk siap bekerja membuat penyintas terkatung selama beberapa minggu. Saya kebetulan mendukung lembaga lokal untuk menjadi relawan di area ini, dan situasinya bisa dikatakan 'chaotic'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun