Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jangan Panggil Aku Indung

27 November 2019   06:00 Diperbarui: 27 November 2019   08:40 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pinterest.com

Bahunya menjunjung tinggi bakul-bakul pundi. Berkalang besi, dan hentak kuda sembrani

Ia bisikkan isyarat tak kukenal.

Senyum culas menggantang. 

Tanpa perduli aku, Ibumu yang kau ucap sayang.

"Atap banua runtuh!". 

"Atap banua rubuh". 

Orang kampung berlarian keluar mencari sumbu angin.

Semua ambruk. Berdebam di ujung kakiku.

Mereka terus berlari. Berlari. 

Terseok. Terayap-rayap di kubangan hitam ingatan. Membayang patok sejarah tercabut di ranggasan akar dan ranting sakral.

Sekarang, rasakan cekik amarah akar-akar. Melilit tubuh. Merajam kemaluan hingga kau kering, rapuh dan mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun