Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Padman", Sang Laki-Laki Pembalut Wanita

15 Oktober 2019   17:08 Diperbarui: 19 Oktober 2019   01:11 3727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Official Poster Padman (bookmyshow.com)

Film India di Udara
Menonton film memang menyenangkan, walaupun saya sadari kesibukan kerja dan aktivitas sering membatasi.

Kali ini saya gunakan waktu 3 jam penerbangan dari Jakarta ke Palu untuk kerja lapang di wilayah pasca gempa Palu sebagai kesempatan untuk menonton film. In termasuk waktu saya untuk menuliskan artikel ini.  

Dalam penerbangan pagi tadi, saya memang agak mengantuk karena beberapa hari terakhir ini jadwal tidur cukup larut malam untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Saya tidak sengaja memilih film yang rupanya sebuah film India. Karena sudah terlanjur berjalan selama beberapa menit, saya teruskan menonton. 

Sebuah kejutan manis. Saya tidak mengira bisa jatuh cinta pada suatu film India. Selain lokasi pembuatan film yang menarik  dan indah, cerita film ini unik, kocak dan sekaligus menyayat.

Film dimulai dari perayaan pernikahan dan suasana bulan madu sepasang pengantin baru. Adegan adegan romantasi ala Indiapun diputar selama kurang lebih lima menit. Sang lelaki bernama Lakshmi. Sang perempuan bernama Gayatri.


Hingga suatu saat adegan tiba di suatu pertemuan keluarga. Gayatri, sang istri berusaha menghindari sang suami. Ia tidak pernah bisa duduk diam di kala 5 hari menstruasi.

Tetua, anggota keluarga perempuan berusaha menahan Laksmi yang ingin tahu kondisi Gayatri. Pendeknya, menstruasi adalah suatu hal yang tabu. Sesuatu yang kotor. Tidak boleh didiskusikan.

Dan, bagi penduduk di desa di wilayah India Utara itu, menstruasi adalah sesuatu yang kotor. Perempuan yang menstruasi harus jauh jauh dari sang suami. Keberadaan perempuan yang sedang menstruasipun dirahasiakan.

Tentu saja hal ini tidak masuk akal bagi Laksmi yang sangat mencintai Gayatri.

Karena tabunya menstruasi, perempuan dilarang menggunakan apapun saat menstruasi. Perempuan, secara tradisi memakai kain lap yang bisa dikatakan adalah karung "rug" di dalam sari mereka. Ini membuat Laksmi gundah. Ia tak ingin istrinya, Gayatri, terkena penyakit karena darah berkumpul di pakaian, yak higienis  dalam kegiatan sehari hati. 

Laksmi akhirnya berkunjung ke toko obat atau apotik untuk membeli pembalut wanita. Namun harganya begitu mahal. 55 Ruppee untuk sebungkus yang berisi 10. Ini mahal sekali bagi kantongnya yang hanya seorang pengrajin besi di bengkel.

Laksmi berusaha menolong istrinya. Ia pergi ke toko dan membeli pembalut wanita yang ia lihat di iklan televisi. Laksmi cukup terkejut mendapatkan bahwa harga satu pak softeks berisi 10 buah adalah 55 Ruppee. Sayang sekali Laksmi hanya punya uang 40 Ruppee sehingga ia harus berhutang kepada toko untuk bisa membeli pembalut wanita.

Gayatri senang menerima hadiah pembalut wanita yang dibelikan suaminya. 

Namun, persoalan harga yang mahal dari pembalut wanita ini membuat akhirnya Gayatri kembali menggunakan lap karung itu ketika menstruasi.

Karena rasa sayangnya kepada istrinya dan juga karena intuisi sebagai orang yang kreatif, Laksmi mencoba membuat pembalut wanita. Ia mencoba berbagai cara. Ia yang hanya lulusan kelas 8 berusaha memahami apa itu pembalut wanita yang ia lihat di iklan televisi.

Ia tidak putus asa. Ia menggunakan bakatnya dan ketrampilannya di bengkel untuk membuat alat atau mesin produksi pembalut wanita.

Ia membeli kain katun dan mengisi dengan kapas dan membuat pembalut wanita. Ia tidak tahu bagaimana cara mengujinya. Ia berikan pembalut wanita itu ke Gayatri, istrinya.

Gayatri menolak keras. Pembalut wanita buatan suaminya adalah tabu. Bahkan seluruh keluarga Laksmi memusuhinya. Begitu dramatis ketika Gayatri menolak keras ide menggunakan pembalut wanita kreasi suaminya. Ia sangat taku terkena kutukan karenanya. 

Laksmi mencari akal. Ia akhirnya terus membuat pembalut wanita dan meminta bantuan mahasiswi fakultas kedokteran untuk mencobanya. Mahasiswi ini, Mari, setuju membantu. Tetapi pengujian tak bisa dilakukan karena para mahasiswi menolak dengan alasan tabu.

Terpaksa Laksmi menguji sendiri pembalut wanita. Ia letakkan darah di atas pembalut wanit dan ia pakai sendiri pembalut itu. Ia naik sepeda dan melakukan berbagai kegiatan, untuk menguji apakah ada kebocoran.

Suatu saat, ketika Laksmi menguji pembalut wanita, ia melihat sungai di depannya. Ia mendapatkan akal seperti Archimides mengatakan 'eureka'. Ia terjun ke sungai. Namun, yang terjadi adalah pembalut wanit yang telah ada darah yang ia letakkan luntur. Air sungai menjadi merah. Masyarakat dan perempuan di desanya panik. Mereka mengatakan bahwa Laksmi telah membuat darah perempuan menjadi bencana dan sungai menjadi merah.

Walaupun ia berusaha menerangkan kepada masyarakat, mereka tidak percaya. Gayatri akhirnya dipindahkan ke desa lain. Laksmi begitu patah hati, iapun keluar dari desa. Pengambilan gambar di mana Gayatri naik mobil ke rumah saudaranya, dan Laksmi yang duduk di atas bus begitu menyedihkan. Perpisahan karena budaya yang menolak persoalan menstruasi menjadi persoalan publik.

Di sinilah permulaan uji coba Laksmi. Cerita bergulir terus kepada percobaan percobaan yang dilakukan oleh Laksmi. Targetnya adalah menciptakan pembalut wanit yang murah untuk perempuan di masyarakatnya, khususnya untuk Gayatri.

Dengan alat alat sederhana dan bahan kapas yang ia olah bersama masyarakat setempat, Laksmi akhirnya menciptakan pembalut wanita dan memproduksinya.

Laksmi bisa memproduksi dengan biaya rendah. Harga pembalut wanitanya hanya 2 Ruppee. Begitu murah dibandingkan dengan harga pembalut wanita yang dijual di toko.

Di akhir film Laksmi dan Gayatri kembali bertemu dan hidup sebagai suami istri. Laksmi sukses sebagai innovator dan wirausaha sosial.

Lagu India bukan favorit saya, namun kali inipun saya dengarkan karena melatari adegan menarik. 


Mahalnya Harga Pembalut Wanita adalah Pajak Bagi Perempuan
Film ini diinspirasi cerita nyata kehidupan Arunachalam Muruganantham yang pernah ditulis dalam cerita pendek "The Sanitary Man of Sacred Land", atau Laki laki Pembalut Wanita di Tanah Sakral.


Arunachalam Muruganantham, menjadi seorang aktivis sosial bangsa Tamil Nadu yang memperkenalkan pembalut wanita murah bagi perempuan miskin dan di pedesaan. Kisahnya mulai ditayangkan pada 9 Pebruari 2018.

Arunachalam merubah menstruasi menjadi isu politik yang membawa manfaat kepada perempuan. Menstruasi di India, khususnya di desa di Mumbai telah membuat 20% anak perempuan putus sekolah karena mereka memasuki puberti tanpa bantuan siapapun. Dan, biasanya, anak perempuan yang putus sekolah akan kawin di usia anak anak pula. Hidup perempuan begitu buruk, dan secara sistematis telah dikutuk buruk oleh budaya dan oleh sistem ekonomi yang tidak berpihak kepada perempuan.

Harga pembalut wanita begitu mahalnya, sehinga keberadaan puberti bagi perempuan adalah pajak bagi perempuan. Perempuan miskin dihukum karena mereka mengalami puberti. 

Ini ditambah dengan situasi budaya yang begitu keras meletakkan reproduksi eprempuan sebagai hal kotor dan perlu dipisahkan dari masyarakat.

Perempuan harus bercerai dari suaminya karena persoalan menstruasi yang menjadi hambatan budaya bagi suami untuk menghargai perempuan ketika menstruasi.

Ini adalah ironis karena terjadi secara nyata pada tahun 1998 di India Timur.

Revolusi yang dibuat oleh Laksmi untuk membuat mesin produksi pembalut wanita adalah suatu conton betapa seorang laki laki mendobrak budaya untuk membuat hidup perempuan lebih baik.

Karena keberhasilannya memproduksi pembalut wanit dan akhirnya berhasil membuat perempuan untuk melawan budaya dan menjadi relawan. Produknya akhirnya dikenal orang karena bisa membantu perempuan.

Ini sempat menjadi perhatian lembaga Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), United Nations (UN) Women. Arunachalam Muruganantham diundang ke Markas PBB dan berbicara tentang apa yang dilakukan untuk perempuan dalam memproduksi pembalut wanita.

Dalam film ini, pidato Laksmi di depan staf dan pimpinan lembaga PBB negitu menyentuh, sekaligus kocak. Dengan bahasa Inggris yang ala kadarnya, ia berbicara soal bagaimana laki laki bisa merubah hidup begitu banyak perempuan, dan ia memulainya dari istrinya.

Juga, pengalaman Arunachalam Muruganantham menunjukkan bahwa inovasi bisa dimulai dari kasih sayang kepada seseorang yang ia cintai.

Pad Man adalah film India berbahasa Hindi yang dirilis tahun 2018. Sutradara film adalah R. Balki, dan dengan bintang Akshay Kumar, Sonam Kapoor and Radhika Apte.

Film ini mendapat anugerah film perubah sosial di India pada Agustus tahun 2019 ini. 

Inovator Tak Harus Berpendidikan Tinggi
Arunachalam hanya berpendidikan rendah, hanya sampai kelas 8. Ia terus belajar dan merancang pembalut wanita yang aman bagi perempuan.

Inovasi yang digerakkan oleh semangat membela si miskin, dalam hal ini perempuan miskin, agar dapat menjalankan hidup yang normal seperti bagian dari masyarakat yang lain.

Dalam pidatonya di UN Women dan UNICEF, ia mengatakan bahwa karena ia tak punya uang, maka Research and Development (R&D) baginya adalah T & F, trial and fail and trial and fail. Mencoba, gagal dan mencoba dan terus mencoba.


Budaya, Ekonomi dan Persepsi Manusia yang Bersekutu 
Persoalan tabunya menstruasi atau haid yang dianggap kotor memang ada di India

"Saya tak akan membiarkan anak perempuan saya merasakan derita yang saya alami saat menstruasi. Keluarga saya memperlakukan saya seperti 'tak tersentuh'. Saya tidak boleh ke dapur, saya tidak bisa masuk ke tempat ibadah, saya tidak bisa duduk bersama orang-orang lain" (Manju Baluni, kepada BBC).

Di belahan dunia lain, menstruasi adalah persoalan bagi perempuan.

Studi yang dikutip tirto.id menunjukkan bahwa satu di antara 10 anak perempuan di Inggris dan Amerika tidak mampu membeli pembalut wanita.

Di Sub-Sahara Afrika, 10% anak perempuan putus sekolah karena alasan menstruasi.

Di India, 12% dari 355 juta perempuan pada usia reproduksi tidak memiliki akses pada pembalut wanita.

Persoalan menstruasi, kawin anak, dan melahirkan di usia anak adalah persoalan publik dan bukan hanya persoalan perempuan saja.

Olok olok pada perempuan haid juga ada di antara kita. Di masa opspek dulu, saya ingat kami mahasiswi diminta angkat tangan bila sedang menstruasi. Kami yang menstruasi diminta membuat barisan sendiri. Kami tidak perlu mengikuti 'siksaan' kakak senior, tetapi harus siap di'bully' setiap kali kami memulai kegiatan baru. Kelompok kami yang sedang menstruasi ini diberi nama kelompok 'owor owor'.  Menyakitjan, namun, sering kali hal seperti ini dianggap hal yang normal.

Di Sumba, masih terdapat pandangan bahwa darah yang keluar bersamaan proses melahirkan adalah kotor. Oleh karenanya, perempuan dibuatkan kandang di kebun ketika melahirkan. Kandang itu berupa kandang panggung, di mana di bawahnya adalah tempat kambing dan babi dikandang. Perempuan melahirkan di kandang. Agar jauh dari kutukan, prosea melahirkan diasapi. 

Ini pernah menjadi bagian dari film dokumenter yang kami produksi Sepii Sabana Di Ujung Pinang bersama Kompasianer Emmanuel Tome Hayon atau Oman dan program Kesehatan aibu Hamil dan Bayi Baru Lahir (AIPMNH) di tahun 2010. Film kami buat di beberapa wilayah, termasuk di desa Kamanggih di Sumba Timur. Film ini berupaya mendobrak isu kematian ibu yang tinggi, yang sebagiannya disebabkan oleh tarik menarik situasi dan kondisi budaya, geografis, serta dinamika pembangunan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menyuguhkan berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat, khususnya perempuan.

Kesehatan reproduksi perempuan masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.

Bisa karena kebetulan, tetapi kali ini, saya merasa bahwa film yang saya tonton di penerbangan tadi seakan sengaja disediakan oleh Tuhan untuk saya yang akan melakukan kerja lapang dalam evaluasi 'country program' salah satu lembaga PBB terkait kesehatan reproduksi dan upaya pencegahan kekerasan berbasis gender di area pasca bencana di Palu.

Airmata menetes menyaksikan film Padman ini. Pada saat yang sama bangga menyaksikan bahwa di tangan laki laki, kelompok perempuan mendapatkan pembelaan.

Pustaka :  Satu, Dua, Tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun