Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kisah Kasih Konsultan Politik dan Kliennya, 8 Alasan Saya Tak Percaya Denny Siregar

17 September 2019   14:48 Diperbarui: 10 Oktober 2019   07:15 2810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshoot dari video di IG@dennysiregar

2. Denny memposting 'pembelaan' kepada Jokowi atas cover majalah Tempo yang menggambarkan Jokowi sebagai Pinokio. Bagi saya, bila Denny menghormati Presiden Jokowi, yang mungkin saja adalah kliennya, ia tidak perlu memposting ulang cover majalah Tempo itu. 

Ia sebetulnya bahkan melakukan penyebaran atas cover Jokowi itu.  Kalimatnya ringan tanpa beban. Dan, menurut saya, ia tidak terkesan 'melindungi' kliennya, melainkan menjadikannya obyek diskusi dan bullying lebih lanjut. 

Seperti diketahui, Denny menuntut Tempo untuk meminta maaf. Majalah Tempo menjawab bahwa itu bukan penghinaan, melainkan metafora dari tuntutan rakyat yang tidak dijawab. 

3. Dalam suatu forum di Gresik, Federasi buruh, FSPMI tersinggung dengan pernyataan Denny Siregar yang menyebut kelompok buruh 'garda meta' sebagai pasukan nasi bungkus. Ini tentu merendahkan kelompok buruh. Etika seseorang dapat dilihat bagaimana ia mengahadapi orang dengan status yang dianggap lebih rendah. 

4. Yunarto Wijaya, Diektur Eksekutif Charta Politika Indonesia, pernah memberi teguran keras kepada Denny yang menyalahkan para pengkritik Jokowi terkait kebakaran hutan di Riau. Denny membela secara buta Jokowi yang dikritik para penggiat perhutanan soal masalah kebakaran hutan dan kepulauan Riau. 

Denny bersikukuh bahwa yang salah (hanya) gubernur dan kepala daerah saja. Yunarto mengatakan bahwa cara dan logika yang dipakai Denny membuat image jagoannya semakin jelek. Yunarto menyebut Denny tak paham tata negara. Saya setuju. Toss. 

Yunarto Wijaya adalah konsultan politik yang menurut saya lebih obyektif. Advisnya dan analisisnya dalam. Namun, ia tak pernah 'overly confidence', PD berlebihan. 

Sekali lagi, masyarakat madani dibelah. Kali ini bukan oleh Pilpres atau Pilkada, tetapi oleh ketakutan yang dibuat oleh pemikiran yang tidak realistis, dan dikembangkan oleh orang yang populer, influencer, dianggap keren dalam analisis. 

What Next?

Apa yang terjadi selanjutnya? Sekalipun pemerintah dan DPRRI sudah merayakan disahkannya revisi UU No 30 2001 tentang KPK di gedung DPR tadi pagi, masyarakat sipil tetap harus bersuara. Ada yang tak beres. Sekalipun kita pilih Jokowi dalam Pilpres, bukan berarti kita terima semua kondisi, termasuk janji kampanyenya yang tidak dipenuhi.  

Nah, setuju ga anda dengan usulan Fahri Hamzah bahwa Dewan Pengawas KPK sebaiknya adalah politisi. Monggo.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun