Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apakah 1 Muharam adalah Hijrah dari Korupsi atau Sekadar Tanggal Merah Saja?

3 September 2019   20:07 Diperbarui: 4 September 2019   16:28 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berhenti Mengayomi Koruptor (Foto: ICW)

Saat ini kita sedang menanti dengan deg degan pemilihan pimpinan KPK. Begitu banyak isu yang muncul, termasuk mereka yang ada dalam daftar 20 nama calon pimpinan KPK yang ternyata punya persoalan kondite dalam hal korupsi.

Sore inipun saya menerima ajakan Kurnia Ramadhana dari ICW melalui 'change.org' untuk bergabung dalam petisi agar Presiden Jokowi mencoret nama calon pimpinan KPK bermasalah. Sore tadi pendukung Kurnia Ramadhana yang memulai petisi ini telah mencapai 92.287 orang. Tautan itu ada di http://chng.it/gsTnykfHfd. 

Apa jadinya kalau orang punya rekam jejak buruk terpilih jadi pemimpin KPK? Keluhan akan kurang beraninya Pansel KPK dalam memilih calon menjadi kritik tajam. 

Pansel Capim KPK telah memberikan daftar 10 nama calon pimpinan KPK kepada Presiden Jokowi, setelah proses pencalonan yang menuai kritik, meski Panel menyebut semua proses dilakukan secaraprofesional.

Sebetulnya, memang penunjukkan Pansel yang kurang greget dibandingkan dengan Pansel sebelumnya. Ini saya lihat dari bagaimana Presiden Jokowi mengumumkan Pansel kali ini, dan bagaimana tanggapan Presiden pada daftar calon pimpinan KPK. 

Sebetulnya, ketika pembacaan Visi Indonesia dan pada Laporan Pertanggungjawaban Presiden pada 16 Agustus 2019 pun, ada rasa yang mengganjal terkait upaya pencegahan dan penghapusan korupsi. Rasa itu adalah rasa 'dingin'. Tidak terasa semangat untuk gempur korupsi. 

Di periode sebelumnya, pemilihan atas 9 Pansel Capim KPK yang kebetulan terdiri dari 9 perempuan menghasilkan calon pimpinan KPK yang mendapat sambutan baik masyarakat. Kesembilan nama yang dipilih Presiden Jokowi itu memiliki latar belakang beragam, mulai dari aktivis, dosen, hingga pejabat.

Mereka adalah Destry Damayanti (ekonom), Enny Nurbaningsih (ahli bidang hukum), Prof. Dr Harkristuti Harkrisnowo (ahli bidang hukum), Betti S. Alisjahbana (ahli IT dan manajemen), Yenti Garnasih (ahli bidang hukum), Supra Wimbarti (ahli psikhologi), Natalia Subagyo (ahli pemerintahan), Diani Sadiawati (ahli di bidang hukum), dan Meuthia Gani-Rochman (ahli bidang sosiologi).

Pada kali ini, terdapat beberapa nama anggota Pansel yang masih bertugas yaitu, Prof. Dr Harkristuti Harkrisnowo (ahli bidang hukum), Yenti Garnasih (ahli bidang hukum, dan Diani Sadiawati (ahli di bidang hukum. Sementara Pansel calon pimpinan KPK 2019 -- 2024 termasuk antara lain Hendardi.

Tepatnya 2 September 2019 kemarin, Pansel Calon Pimpinan KPK telah menyampakan 10 nama calon. Mereka adalah Alexander Marwata (Komisioner KPK), Firli Bahuri (Anggota Polri(, I Nyoman Wara ( Auditor BPK), Johanis Tanak (Jaksa), Lili Pintauli Siregar (Advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen), Nawawi Pomolango (Hakim), Nurul Ghufron (Dosen), Roby Arya B (PNS Sekretariat Kabinet), dan Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan).

Memang penolakan aparatbpenegak hukum untuk menjadi pimpinan KPK mencuat. Terdapat sedikitnya 500 pegawai KPK yang disebut menolak capim KPK dari Kepolisian, Irjen Firli Bahuri. Ini terkait dengan beberapa hal, termasuk kemandirian POLRI yang perlu terus ditegakkan. Pengalaman menunjukkan bahwa adanya aparat POLRI di dalam tubuh KPK membuat gerak KPK tersendat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun