Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pro dan Kontra Program "Management Trainee" yang Diminati "Fresh Graduate"

28 Juli 2019   13:00 Diperbarui: 23 April 2021   11:32 11497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Management Trainee: Unsplash/Dylan Gillis @dylandgillis

Tantangan Milenial di Tempat Kerja
Dunia kerja ada di depan mata generasi milenial. Isu yang muncul tentu beragam. Lebih heboh daripada isu ketenagakerjaan para 'baby boomer' yang saat ini bersiap lengser. Saya yakin 'fresh graduate' juga menilik berbagai informasi untuk mempersiapkan karirnya, di luar masalah gaji semata.

Pada praktiknya, Milenial menghadapi tantangan riil di lapangan kerja dan juga tantangan tidak riil tetapi perlu dipertimbangkan, yaitu terkait bias ataupun stereotipi yang diterapkan oleh lingkungannya bahwa mereka adalah generasi yang 'kaget' karena tidak punya keterampilan kerja.

Belum terdapat studi di Indonesia terkait kesiapan Milenial di lapangan kerja. Namun, Studi Mindflash yang melibatkan 1.200 responden di Amerika yang berumur antara 18 sampai 33 tahun dan diadakan pada 31 Maret sampai 2 April 2015 mungkin berikan gambaran kecenderungan yang ada. 

Dalam hal demografi responden, dicatat bahwa satu dari tiga di antara responden itu memiliki pengalaman kerja selama tujuh tahun. 

Hasil survei menunjukkan bahwa, secara umum milenial merasa kecewa pada perusahaan yang tidak menyediakan pelatihan dalam masa kerja 'on the job training'. Walaupun biaya cukup mahal, milenial mengatakan bahwa mereka bersedia membayar sendiri pelatihan yang mereka ikuti. Artinya: 

  • milenial dan 'fresh graduates' harus berusaha dan mengeluarkan investasi sendiri dalam mengembangkan ilmu dan keterampilannya. Ini untuk menjawab tantangan bagi milenial untuk generasinya untuk proaktif, inovatif, dan suatu saat memulai bisnisnya sendiri;
  • sekitar 57% dari responden adalah milenial golongan manager yang merasakan kebutuhan pelatihan yang paling tinggi. 21% dari mereka membutuhkan pelatihan komunikasi antar personal dan 20% tentang pemecahan masalah;
  • uniknya, millennial sering mementingkan pada kebutuhan pelatihan kebugaran daripada pelatihan keterampilan untuk pekerjaannya.

Pelatihan di Tempat Kerja dan Program "Management Trainee"
Pelatihan di tempat kerja adalah aspek yang sangat penting bagi karir seseorang. Kali ini, saya tergelitik melihat kembali program pelatihan kerja atau Program 'Management Trainee ' (MT) yang di masa 'baby boomer' pun sudah ada, meski terbatas pada sektor perbankan. 

Bagaimana program semacam ini berkembang? Apakah pengguna dan lulusan merasakan manfaatnya?

Di tahun 2019 ini saya menemukan cukup banyak Program 'Management Trainee (MT) yang diiklankan. Ratusan posisi ditawarkan dalam iklan pencari pekerjaan. 

Ilustrasi MT di Grab Indonesia ( sumber: Grab.com)
Ilustrasi MT di Grab Indonesia ( sumber: Grab.com)
Terdapat sederetan perusahaan global atau multinasional, seperti Coca Cola, L'oreal, Shell, Novartis, Nestle, dan Unilever yang menyelenggarakan MT. Juga, perusahaan perbankan besar seperti Bank Mandiri, Bank OCBC dan Bank Danamon serta perusahaan BUMN seperti Garuda Indonesia juga menyelenggarakan program MT.

Sementara itu, perusahaan tingkat nasional seperti PT Mandiri Cipta Integrasi, Ismaya Group, Garuda Indonesia dan perusahaan asuransi juga mengadakan MT dengan materi beragam, mulai dari aspek manajemen sampai keterampilan khusus. Bahkan, perusahaan start up semacam Grab juga membuat program MT. 

Program program itu pada umumnya mensyaratkan peserta dari kalangan warga Indonesia yang baru lulus, baik lulus S1 maupun S2. Persyaratan lain adalah memiliki keterampilan berbahasa Inggris baik. Juga, terdapat persyaratan IPK minimal 3.00. Bahkan, perusahaan seperti PT Wing Indonesia meminta IPK minimal sebesar 3.3.

Beberapa program syaratkan peserta untuk bersedia ditempatkan di beberapa proyek di wilayah Indonesia. Jangan lupa, MT pada prinsipnya bekerja sambil belajar sehingga pada umumnya melibatkan penggajian. 

Secara umum, program-program ini membuka satu sampai dua angkatan setiap tahunnya. Jadwal itu berbeda- beda. Sebagian dari informasi dapat dilihat pada Pustaka dan juga pada pada website pencarian kerja.

MT yang dikelola oleh Coca Cola Amatil Indonesia, misalnya, memperkenalkan program pengembangan diri yang terstruktur bagi lulusan baru. Ini termasuk program pengembangan keahlian teknis dan juga perilaku dunia kerja.

Bagi Coca Cola Amatil Indonesia, program ini bertujuan untuk menjaring dan sekaligus membantu percepatan jenjang karir di Coca Cola Amatil Indonesia. Setelah program trainee dilakukan selama 6 bulan, peserta program akan ditempatkan di posisi posisi tertentu dengan pendekatan 'on the job rotation' agar peserta mendapatkan pengalaman beragam. Selanjutnya, peserta ditempatkan pada posisi tetap. 

Di L'oreal, MT menggarisbawahi perlunya lulusan muda kreatif untuk percaya diri dan siap menghadapi tantangan karir. Terdapat 2 program yang dikhususkan untuk mengembangkan potensi anda mencapai kesuksesan karir, yaitu Young Entrepreneur Program (YEP) yang berlangsung selama 18 bulan. 

Program ini melibatkan peserta pada berbagai proyek yang berdampak terhadap bisnis perusahaan dengan dasar pengetahuan fungsi pemasaran, keuangan, supply chain, komunikasi, research and development, sumber daya manusia. 

Selanjutnya terdapat posisi Sales Leader Development Program (SLDP) untuk mempersiapkan pemimpin di bidang komersial/sales operational. Program ini berlangsung selama 12 bulan yang mempersiapkan peserta untuk ditugaskan di berbagai area di seluruh Indonesia.

Program di Unilever Indonesia agak berbeda karena melibatkan mahasiswa maupun lulusan baru. Program ini menawarkan Internship dan program Management Trainee untuk mengembangkan pemimpin berwawasan dan mampu menciptakan dunia yang lebih baik di masa mendatang. 

Terdapat dua program yaitu Future Leaders programme (UFLP). Program ini dibuka pada bulan Maret dan memiliki durasi 3 tahun. Sementara untuk magang terdapat 'Unilever Leadership Intership Programme'.

Shell Graduate Program menawarkan program yang ditujukan untuk meningkatkan karir. Program ini berisi program belajar terstruktur dan pengelolaan proyek.

Masih banyak program MT yang ada di Indonesia. Bahkan, bila kita cari melalui kata kunci 'management trainee Indonesia 2019', kita menemukan 399 posisi yang sedang diiklankan pada bulan Juli 2019 ini. Detil dari program bisa dicek di website mereka. 

Apa yang Perlu Diketahui tentang MT? Pro dan Kontra?
Pada dasarnya, program MT memiliki beberapa prinsip, antara lain: 

  • MT bukan magang. MT dikelola secara terstruktur di perusahaan. Program dirancang dan dievaluasi. Oleh karena itu MTP akan punya posisi penting di dalam CV
  • Peserta MTP adalah karyawan resmi perusahaan. Seperti karyawan, mereka juga mewakili perusahaan;
  • MT menawarkan pengalaman yang memadai dan menjanjikan karir;
  • MT menawarkan gaji yang baik. 

Terdapat hal yang menarik terkait kesempatan yang bisa didapat program semacam MT

Pertama, 'job rotation' bisa memberikan pengalaman penting tentang peran peran yang berbeda di perusahaan. Misalnya untuk pemasaran, sumber daya manusia sampai bagian penjualan.

Biasanya ini mengecualikan unit keuangan dan audit internal karena memerlukan pemahaman keseluruhan perusahaan. Ini juga memberikan kesempatan bagi peserta tentang peran yang mereka akan optimal lakukan sekaligus menjawab minat. Intinya, peserta program diajak mengapresiasi berbagai peran yang berbeda di perusahaan.

Kedua, pada program yang telah matang, MT akan memperkenalkan peserta kepada pimpinan perusahaan dan CEO serta pimpinan unit perusahaan. Ini kesempatan yang baik. Peserta MT punya posisi baik di kalangan manajemen perusahaan. 

Ketiga, materi pendidikan yang diperkenalkan di sekolah manajemen lanjutan atau MBA seperti studi kasus, pemecahan dan masalah serta pengelolaan proyek biasanya juga diajarkan di MT. Plus, ini bisa semacam mentoring karena program akan mengajarkan pada belajar sambil bekerja.

Keempat, MT sebetulnya bisa dikatakan sebagai program master yang dibuat khusus dan dipersiapkan baik bagi 'fresh graduate'. Sekolah mengajarkan materi akademis berikut pengetahuan dan bagaimana bekerja sama sebagai tim dan memecahkan masalah kehidupan.

Sementara MTP mengisi apa yang kurang di kampus dan bagaimana peserta memaksimalkan apa yang mereka telah pahami. Ini membuat lulusan MT sangat diincar perusahaan. 

Tak heran bila MT sering dihubungi oleh perusahaan pengelola pencari kerja agar menyambungkan lulusan dengan pasar kerja. Bila perusahaan penyelenggara adalah perusahaan besar yang mumpuni, lulusan program MT juga bisa dianggap siap pakai atau siap kerja.

Kelima, perusahaan penyelenggara menginginkan pula staf yang berbakat dan sukses dan berkontribusi penuh pada perusahaan. Kesuksesan itu bukan hanya suatu capaian individu tetapi bisa dilihat sebagai keberhasilan sistem di perusahaan dalam membina sumber daya manusianya.

Namun demikian adalah menarik mengamati tulisan Gwi Terk Chern yang dipublikasikan melalui Linkedin. Ia menuliskan bahwa perusahaan perusahaan yang membuat program, MTP adalah program yang memiliki profil tinggi. 

Apapun nama program dan materi yang dicakup, program selalu memasukkan misi yang sama yaitu "Mengakselerasi pengembangan karir menuju posisi pimpinan sejak dini. Memberikan pengalaman berotasi di unit perusahaan yang penting". 

Gwi Terk Chern : Analogi yang dipakai bagi peserta untuk MT yang sukses adalah seperti mendaki Himalaya sampai ke Mount Everest. 

Dari analogi itu, ia mengatakan bahwa:

  • Peserta bisa jadi satu dari ratusan orang yang meninggal di Mount Everest karena ketika tanpa strategi maka peserta akan putus di jalan tanpa hasil. Jadi, seberapa milenial punya ketetapan hati untuk mencapai puncak adalah menjadi penting. 
  • Peserta bisa kehabisan enerji dan dalam cuaca buruk. MT adalah program yang kompetitif dan ketat. Bila tak mampu mengelola enerji untuk melewati program, maka peserta akan kehabisan tenaga. Sebagai peserta MT, mereka harus aktif berdiskusi, punya inisiatif dan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. 
  • Peserta yang tidak memiliki target antara akan membuat pendaki tak tahu mana puncak gunungnya. Peserta yang tidak paham jarak dan keseluruhan program dan membuat target antara maka akan kehilangan arah untuk mencapai akhir program.

Cara Optimalkan MT?
Jadi, apa syarat milenial agar mendapat manfaat optimal dari MT? 

Pertama, milenial punya ketetapan hati dan determinasi yang kuat untuk menjalani program dan menyelesaikan dengan tuntas. 

Kedua, milenial harus aktif dan terbuka untuk berdiskusi, punya inisiatif dan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. 

Ketiga, milenial memahami cakupan keseluruhan program dan menetapkan target antara yang harus dicapai serta memiliki MT.

Keempat, terdapat hubungan atau konektivitas. Ini terkait konektivitas antar program maupun hubungan antara manusia yang ada dalam tim. Adalah penting untuk memilih kelompok mana yang dipilih. Kelompok yang memiliki rencana jelas akan membantu dinamika pemecahan masalah. 

Kelima, peserta MT mengoptimalkan perilaku atau personaliti yang baik, keterampilan yang dimiliki dan didapat serta pengetahuan yang dibangun dan dikembangkan. Milenial perlu jadi 'Problem solver' bukan 'Problem maker'.  Jadi, bila milenial memiliki syarat syarat keberhasilan di atas, mengapa tidak?

Pustaka: Coca Cola, Loreal, Shell, Unilever, Mengapa Perlu?, Mengapa Tidak Perlu?, Survai 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun