Dalam hal standar kesehatan masyarakat Indonesia, meningkatnya jumlah penduduk dari kelompok masyarakat di atas 60 tahun yang masih bekerja juga perlu perhatian. Isu penyakit degeneratif, kronik dan anemia di usia lanjut perlu penanganan.Â
Yang tak kalah pentingnya adalah dukungan untuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi penduduk di area pasca bencana, termasuk di NTB dan Sulawesi serta wilayah bencana lain.
2. Kesehatan dan RokokÂ
Indonesia dalam situasi darurat rokok. Literasi dan pemahaman akan risiko merekok, khususnya pada kesehatan keluarga serta kesehatan reproduksi masih terbatas.
Hasto Wardoyo menilai konsumsi rokok di masyarakat telah pada titik yang merugikan bukan hanya berakibat pada kesehatan keluarga, tetapi juga kondisi ekonomi keluarga. Ia melihat keberatan warga yang menolak membayar BPJS sebesar Rp 25.000 per bulan dan mengatakan tidak mampu sehingga mengharuskan negara yang membayar adalah tak masuk akal. Apalagi, pengeluaran keluarga untuk belanja rokok adalah sebesar Rp 350 ribu per bulan.Â
Hasto pernah membandingkan anggaran Pendapat Asli Daerah (PAD) Kulonprogo yang sebesar Rp 260 miliar, sementara belanja rokok masyarakat adalah mencapai Rp 96 miliar.Â
Di tingkat nasional tentu ia perlu menilik bagaimana kebijakan perlu diperkuat mengingat dampak negatif rokok pada kesehatan keluarga.Â
3. Kesehatan Reproduksi dan Kekerasan Berbasis Gender
ICPD menjamin hak asasi manusia dalam semua keputusan kesehatan reproduksinya. Ini berkait soal pilihan alat reproduksi, pilihan untuk menikah atau tidak menikah, dan pilihan pada usia berapa akan menikah. Namun, pilihan pilihan itu juga memmbawa risiko bila tidak disertai literasi memadai akan kondisi kesehatan reproduksi serta status sosial ekonomi masing masing.Â
Perkawinan Anak di Indonesia adalah nomor 7 di dunia dan nomor 2 di Asia Tenggara. Persentase perempuan dengan umur perkawinan pertama di bawah 19 tahun yang cukup tinggi dan melebihi angka nasional (37,35 persen) terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan (47,53 persen), Jawa Barat (44,81 persen), Jawa Timur (44,41 persen), Sulawesi Barat (41,37 persen), Jawa Tengah (40,84 persen), dan Banten (38,99 persen).
Angka kematian ibu masih tinggi, 359 per 100.000 kelahiran di tahun 2012. Angka ini meningkat dibandingkan dengan angka pada 2008 sebesar 238 orang per 100.000 kelahiran.
Tingkat fertilitas di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 2,4 %, tetapi masih sedikit lebih tinggi dari target RPJMN 2,3%, sementara permintaan akan alat kontrasepsi tinggi. Dalam hal ini, terdapat 'the unmet needs' atau kebutuhan yang tidak terpenuhi perlu mendapat perhatian. Ini merefleksikan bahwa masih terdapat lebih banyak perempuan yang sebetulnya tidak menghendaki kehamilannya.