Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan Tolak Poligami tapi Terima Qanun?

13 Juli 2019   11:40 Diperbarui: 14 Juli 2019   12:47 2217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrsi Poligami (the Economist)

Di sini, saya seperti tersesat di hutan lebat, berawa dan beronak duri serta gelap. Pandangan Illiza yang masih mednua ini menjadi beban pikiran saya karena ia adalah tokh panutan di antara perempuan dan ia saat ini adalah anggota DPRRI. 

Saya pribadi kurang percaya akan janji penegakan hukumnya. Kalau korupsi di Aceh saja susah ditaklukkan, bagaimana dengan urusan yang melindungi kepentingan perempuan. Apalagi, keterkaitan korupsi dan poligami sudah sering menjadi temuan. Jadi, walaupun draf Qanun seakan meletakkan janji begitu tinggi, mohon maaf bila saya sangat ragu. 

Sejujurnya, hari saya pedih mendengar harapan begitu tinggi perempuan Aceh akan adanya penegakan hukum oleh pemerintah Syariahnya. 

Isu poligami dan korupsi jadi monok, dan bisa jadi adalah bagian tidak terpisahkan. Apalagi, Dengan status Aceh sebagai provinsi wilayah otonomi khusus, posisi perempuan Aceh tidaklah mudah. Apalagi, lembaga seperti FPI Aceh telah menyampaikan bahwa pembelaan pada Qanun Poligami atau Qanun Keluarga adalah jihad. Jihad!

Perempuan Setara dengan Laki Laki di Mata Tuhan, tetapi Manusia Mengatasnamakan Ayat Tuhan untuk Meleluasakan Hasratnya

Memahami situasi  Aceh dan konteks keberadaan relasi perempuan dengan laki laki, serta relasi mereka dengan kepemerintahan Syariah  sangat diperlukan. Memahami bukan berarti harus menyetujui.

Saya kuatir bahwa teks dan interpretasi agama, yang direfleksikan dalam peraturan Syariah di pemerintahan Aceh, membuat perempuan tidak berani berbicara atau menolak poligami, meski pilihan pribadi mengatakannya berbeda. Seakan, ketika seseorang memutuskan menjadi muslim, status poligami seakan terberikan. 

Kalau itu yang menjadi hukumnya, saya mungkin akan berpikir seribu kali untuk menghadiri upacara akad nikah. Menyakitkan, untuk membayangkan bahwa sang calon mempelai perempuan terberi dengan status 'calon dipoligami'. 

Pemerintah nasional perlu punya pemahaman dan ketetapan yang jelas. Memang, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Yambise mengatakan bahwa poligami merugikan perempuan dan anak. Mendagri bahkan belum menerima draf Qanun, oleh karenanya belum berpendapat. Ia khawatit terdapat aturan yang bertabrakan. 

Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan bahwa poligami tidak dilarang, tetapi Qanun tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Ia memahami syaratnya berat dan harus  ada ijin istri.  

Dari laporan Komnas Perempuan, terdapat banyak kasus kekerasan dialami perempuan karena menolak poligami. Ini perlu menjadi pertimbangan. Azriana, Ketua Komnas Perempuan yang kebetulan berasal dari Aceh mengingatkan bahwa perundangan Indonesia menolak poligami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun