Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Reformasi, Gerak Politik Mahasiswa Serta "Post" Milenial

15 Mei 2019   11:20 Diperbarui: 19 Mei 2019   10:54 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka lebih berpendidikan dari generasi sebelumnya, tetapi masih menghadapi tantangan norma dan nilai nilai yang menghambat mereka, seperti diskriminasi pada kelompok disabilitas, diskriminasi gender, diskriminasi pada kelompok minoritas, di samping menghadapi isu jurang kesenjangan yang melebar. 

Mereka punya mimpi untuk meraih cita cita dan perubahan. Ini konsisten dengan studi dari Karl Mannheim tentang generasi milenial dunia dan khususnya Amerika terkait pandangan politik mereka.

Memang suatu kenyataan bahwa generasi millennial yang masuk kategori orang dewasa muda kurang terwakili dalam dunia aktivis politik di Indonesia. Wajarlah bila gerak mereka dalam pergerakan sosial politik seakan tak nampak. Di sini kita definisikan milenials adalah mereka yang terlahir sekita tahun 1980.

Apa yang terjadi sebetulnya bukan karena generasi milenial 'cuek', egois, narsistik atau tak perduli pada soal politik, tetapi justru karena mereka melihat konteks mereka bergerak, apakah relevan untuk mereka atau tidak. Ingatlah, mereka adalah kelompok yang lebih berpendidikan. Kita tidak bisa harapkan mereka akan sekedar 'adu grubyuk', sekedar ikut ikutan tanpa berpikir.

Generasi Milenial sangat paham internet dan dunia digital sehingga mereka tahu bedanya mana yang perlu mereka perjuangkan. Juga, karena mereka lebih terpelajar, mereka ingin lepas dari persoalan 'uwel uwelan' politik di negeri ini. Habis energi bagi mereka. Mereka saat ini dalam perjuangan mencari pekerjaan dan bersaing di dunia kerja. Bukan untuk adu politik layaknya generasi sisa 'baby boomers'.

Milenial sangat akrab dengan persoalan perbedaan etnis dan ras dibandingkan dengan generasi sebelumnya, sehingga mereka secara natural melawan bentuk diskriminasi.

Bila kita bandingkan dengan generasi 'baby boomers', aktivis biasanya adalah kelompok terdidik dari kalangan menengah. Mereka adalah yang menyadari bentuk diskriminasi dan ketidakadilan di Indonesia dan membela kelompok yang lebih lemah.

Milenial secara kritis akan menilai karakteristik sosial dari pemimpin dan aktivis yang ada di sekitar mereka, juga organisasi apa yang strategis untuk mereka jadikan kendaraan politik dan suara mereka. Di artikel saya terdahulu, saya sempat menyampaikan kekecewaan millenials, termasuk anak saya, ketika Romi tertangkap tangan oleh KPK. Pasalnya Romi akrab dengan millenials. Namun, uniknya Millenials tidak hanya melihat pada satu tokoh saja. 

Ini kembali lagi mengingatkan saya pada apa yang dikatakan oleh Mannheim bahwa tidak semua generasi akan merespons dengan prinsip formatif yang sama pada peristiwa tertentu. Ini tentu berhubungan dengan seberapa mereka melihat getaran isu berikut konektivitas dengan konteks mereka saat ini. 

Terdapat konsolidasi politik dalam diri mereka, yang mungkin tidak dipahami oleh generasi 'baby boomers'. Jadi, bila generasi reforman 1998 mengharap ada dukungan milenial untuk lakukan 'people' power' seperti masa 1998, saya rasa ini dilandasi pada ignoransi masalah dan konteks jaman.

Di tengah pandangan bahwa generasi milenial adalah generasi yang apatis terhadap politik, dunia justru sedang mengalami naik daunnya politik anak muda atau politik milenial terlepas dari apapun pandangan politik yang mereka yakini. Ini juga disampaikan Tsamara Amany Alatas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun