Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi adalah Tanggung Jawab Bersama

14 April 2019   00:24 Diperbarui: 14 April 2019   17:54 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja (thikstockphotos) | Kompas.com

Di lain pihak, Cawapres 02 sempat mengkritisi implementasi Mekaar, karena menurutnya perempuan membutuhkan mentoring dalam menjalankan bisnisnya dan perbaikan perijinan, dan untuk itu ia mengajukan program OK OC.

Saya tidak melihat hal yang aneh dan juga hal baru pada tanggapan dari kedua Paslon. Keduanya mengangkat isu akses perempuan pada pendanaan dan perijinan juga tentang pentingnya kewirausahaan. Memang Paslon 01, menyebutkan perlunya Pengarusutamaan Gender dan saya kira itu permulaan yang baik. Kita memahami bahwa memang semua lembaga pemerintah harus mengintegrasikan aspirasi, pengalaman, kebutuhan dan prioritas yang berbeda antara perempuan dibanding laki laki ke dalam seluruh proses perencanaan pembangunan nasional. Ini dimuat dalam Inpres 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Untuk menjawab pertanyaan Panelis dengan tuntas, tentunya artikulasi tentang bagaimana Pengarusutamaan Gender di bidang ekonomi yang diterjemahkan dalam beberapa faktor yang relevan, berikut aksi strategis perlu dilakukan. 

KESETARAAN GENDER DALAM PARTISIPASI KERJA AKAN AKAN MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PDB INDONESIA 10% LEBIH TINGGI DARI 'BUSINESS AS USUAL". 

Selain menggunakan acuan the Global Gender Gap Report dari the World Economic Forum, yang menempatkan Indonesia berada pada skor 0,691 atau pada ranking 85, kita bisa menilik pada Studi Mc Kinsey Global Institute, "The Power Of Parity: Advancing Women's Equality In Asia Pacific".  Studi ini melibatkan lebih dari 20 negara dan 30 industri di Asia Pasifik. menyampaikan bahwa Asia Pasifik adalah wilayah paling dinamis yang menjadi mesin pertumbuhan dunia, melalui produktivitas, investasi, evolusi pasar finansial global, teknologi dan inovasi. Perempuan juga dicatat sebagai penyumbang vital pada pertumbuhan tsb.

Cina dan India, serta Filipina, New Zealand, Bangladesh dan Singapore diperhitungkan untuk mengalami kemajuan pesat karena adanya kesetaraan gender di sektor kerja. Kesetaraan gender di Asia Pasifik dapat meningkatkan GDP kolektif sejumlah $ 4.5 triliun di tahun 2025, atau 12% peningkatan dari 'business as usual'nya. Di Indonesia, kesetaraan gender diyakini akan meningkatkan GDP sebesar $135 juta pada 2025 dengan pertumbuhan sekitar 10% lebih tinggi dari 'business as usual'. Artinya, ini akan tercapai bila kita mampu memperbaiki kesetaraan perempuan dan laki laki di dalam sektor ekonomi.

APA KESEMPATAN DAN TANTANGAN INDONESIA UNTUK MEWUJUDKAN KESETARAAN GENDER DI SEKTOR EKONOMI?

Pemerintah sudah mulai melakukan upaya perekonomian dan sektor kerja ramah perempuan. Keadilan pengupahan pada pekerjaan yang sama "equal pay for equal work' yang diperkenalkan ILO adalah salah satu contohnya.  

Menteri Keuangan Sri Mulyani mendengungkan pentingnya keterlibatan perempuan dalam ekonomi. Ia memang luar biasa dalam mengkontekstualisasi kepentingan kesetaraan gender dalam sektor ekonomi yang rumit. Ia pionir Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk jadi bagian dari praktik di pemerintahan. Tidak mudah memang dan masih terseok di tingkat lapang. Juga, ia menggulirkan fasilitas obligasi hijau 'green bonds' dan juga 'Green Sukuk, fasilitas keuangan yang pro lingkungan berbasis syariah. Keduanya memang masih baru dengan menggunakan basis keberlanjutan, yang di dalamnya berpotensi untuk mendorong kesetaraan gender sebagai persyaratan. IDiskusi soal keuangan syariah sempat muncul dalam perdebatan, tetapi kita tak hendak singgung di sini. 

LALU APA TANTANGANNYA?
Pertama, kesenjangan gender pada partisipasi kerja adalah riil. Indonesia belum memiliki peraturan atau perundangan memadai untuk melindungi pekerjanya agar tetap bisa tinggal di pasar kerja selama siklus hidup perempuan. Memang sudah terdapat  undang terkait perlindungan hak asasi perempuan, termasuk untuk pekerja migran dan keluarganya, namun perlu intervensi sistematis di pasar tenaga kerja. 

Bahan Presentasi Diana Suarez pada Regional Dislogue SDGs, Agustus 2018
Bahan Presentasi Diana Suarez pada Regional Dislogue SDGs, Agustus 2018
Saat ini partisipasi kerja perempuan hanya sedikit di atas 50%, yang jauh sekali di bawah laki laki yang berada pada angka di atas 80%. Juga, perempuan masih alami kesenjangan upah dibandingkan dengan apa yang diperoleh pekerja laki laki.

Keterbatasan infrastruktur rumah tangga seperti air bersih, enerji bersih, dan sanitasi yang banyak memakan waktu perempuan adalah tantangan pertama untuk berpartisipasi dalam pasar kerja. Juga terdapat akses yang terbatas pada penitipan anak dan pendidikan pra-sekolah karena aspek biaya dan kualitas dari pendidikan pra-sekolah memang cukup mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun