Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hormati Gurumu, Sayangi Teman

11 Februari 2019   17:00 Diperbarui: 13 Februari 2019   22:07 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image credit: graphicstock

Di beberapa sekolah SLTA di Jakarta dan di kota besar di Indonesia, masih terdapat anak anak yang harus melalui proses pendisiplinan melalui pelatihan di bawah asuhan militer, apakah itu Kopasus, Angkatan Laut, atau lainnya. Padahal ini SLAT umum, bukan sekolah dengan dasar militer. Program semacam ini masih ada di sekolah sekolah unggulan di Jakarta. 

Saya bisa sebutkan sekolah mana saja, namun tidak melalui media ini. Dengan harus berkonflik dengan pihak sekolah, saya berhasil untuk membuat anak saya tidak mengikuti latihan kedisiplinan di Kopasus. Tentu saja, kepala sekolah dan ketua yayasan menjadi kenal saya karena mereka terus merayu setiap tahunnya agar anak saya ikut dan tidak menjadi 'berbeda'. 

Jadi, terpaksa saya dikenal karena melawan. Di sekolah itu, menjadi hal biasa bila murid murid dihukum push up di depan kelas karena kesalahannya. Apakah nilai semacam ini yang hendak kita tanamkan? 

Situasi murid di sekolah sekolah di Indonesia juga beragam. Terdapat kelompok murid sekolah dari kelompok sangat miskin, berada di tempat terpencil, dan miskin fasilitas. Mereka harus berjalan kaki jauh untuk ke sekolah. Bahkan, kadang harus melewati sungai atau danau, menyeberanginya dengan perahu.

Ini tentu punya persoalan sendiri. Sementara tantangan murid yang melihat dunia luas dari media sosial dan 'gadgetnya', berikut dampak dampak sampingn yang luar biasa.

Relasi Guru, Murid dan Orangtua Tidaklah Cukup

Pada Rembug Nasional kementrian pendidikan nasional di 2018, disepakati akan adanya kode etik guru dan murid. Ini menyikapi adanya banyak kasus kekerasan yang menimpa baik guru dan anak. Padahal, menutus saya, persoalannya bukan hanya pada relasi guru dan murid. Bagaimana relasi guru, murid dan orang tua?

Ini semestinya menjadi pekerjaan bersama. Menyalahkan orang tua semata dengan nilai nilai normatif juga bukanlah jawaban. Kita hidup dalam tatanan sosial dan itu menjadi konteks yang dinamis di mana murid, guru, dan orang tua serta sistem pendidikan juga berelasi. 

Terdapat tulisan di suatu blog tentang 9 hal harapan guru pada orang tua. Ini menarik. Pertama, adalah membaca. Orang tua diharapkan membaca untuk mendukung proses belajar anak. Kedua, adalah menjalin komunikasi dengan guru. Ketiga, bangun pertemanan. 

Keempat, menghadiri pertemuan. Kelima, aktif dalam kegiatan sekolah. Keenam, mengikuti kegiatan edukatif. Ketujuh, menanamkan nilai. Kedelapan, mengajarkan kebersihan. Kesembilan, jadi sosok di rumah. 

Jelas sudah, partisipasi orang tua dalam keberhasilan belajar sang anak juga merupakan hal penting. Di sekolah yang telah menerapkan relasi segitiga ini mungkin memiliki kondisi lebih baik dari yang tak melakukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun