Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2

Biro Jurnalistik merupakan biro dari Lembaga Kajian Keilmuan (LK2) Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang bergerak dalam kegiatan meliput dan menyampaikan berita hukum terkini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Terancam atau Tergantikan: Masih Pantaskah Taiwan Disebut sebagai Sebuah Negara

4 September 2021   16:00 Diperbarui: 4 September 2021   16:03 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pidato Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping pada 1 Juli 2021 dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-100 Partai Komunis Tiongkok menimbulkan kontroversi di mata dunia internasional. Pasalnya, ia berjanji bahwa ia tidak akan membiarkan negara-negara lain menekan, menindas, atau memengaruhi RRT dalam bentuk apapun demi menjaga integritas dan keutuhan negara (BBC, 2021). 

Tidak hanya menyinggung soal menjaga integritas dan keutuhan negara, namun ia juga menyinggung permasalahan Taiwan. Presiden Xi Jinping  menganggap Taiwan sebagai wilayah yang memisahkan diri atau breakaway province sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi pemerintahan RRT untuk dapat melakukan reunifikasi Pernyataan Presiden Xi Jinping ini juga dilatarbelakangi oleh salah satu kalimat dalam Preambule Konstitusi Republik Rakyat Tiongkok yang menyatakan bahwa, "Taiwan adalah wilayah sakral dari RRT dan menyatukannya dengan RRT adalah tugas suci dari semua orang Tiongkok, termasuk orang Taiwan" (Constitution of People's Republic of China, 1949).

Selain itu pada tahun 1971, Resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 2758 disahkan. Pada intinya, resolusi tersebut menyebabkan terjadinya pergantian perwakilan sah bangsa Tionghoa di PBB. Perubahan tersebut secara langsung memindahkan kedaulatan dan hak kekuasaan dari Republik Tiongkok yang berhaluan nasionalis kepada Republik Rakyat Tiongkok yang berhaluan komunis. 

Lebih lanjut, resolusi ini menyatakan bahwa Republik Rakyat Tiongkok menjadi satu-satunya perwakilan bangsa Tionghoa serta menutup konflik klaim legitimasi kekuasaan antara Republik Rakyat Tiongkok dengan Republik Tiongkok yang setelah kekalahannya dalam perang saudara terusir ke Kepulauan Formosa yang kini dikenal sebagai Taiwan.

Maka dari itu, perlahan-lahan Taiwan kehilangan jati dirinya sebagai sebuah negara berdaulat di pergaulan internasional setelah  perwakilan diplomatik Taiwan tergantikan oleh RRT di PBB.  Ditambah dengan adanya ancaman penyatuan wilayah oleh RRT, apakah kedua faktor tersebut dapat menyebabkan ancaman terhadap eksistensi Taiwan sebagai suatu negara? 

Menurut latar belakang sejarahnya, dahulu wilayah Taiwan atau yang dikenal sebagai Pulau Formosa berada dibawah kekuasaan Dinasti Qing dari tahun 1683-1895 dan menjadi koloni Kekaisaran Jepang hingga tahun 1945 (Morris, Andrew D., 2004). Republik Formosa awalnya dibentuk oleh penduduk yang berasal Taiwan dan Penghu pada 1895 sebagai respons perlawanan dari masuknya wilayah Taiwan dan Penghu dalam hegemoni Kekaisaran Jepang. 

Namun, upaya perlawanan tersebut akhirnya berhasil ditumpas oleh Kekaisaran Jepang. Barulah pada 1912, Republik Tiongkok yang berhaluan nasionalis berdiri di daratan Tiongkok setelah menumbangkan kekuasaan Dinasti Qing melalui Revolusi Xinhai. 

Republik Tiongkok kemudian menguasai sebagian besar daratan Tiongkok termasuk Pulau Formosa atau Taiwan. Namun, semua itu berubah ketika terjadi perang saudara pada tahun 1945-1949 antara Republik Tiongkok dengan kelompok partisan komunis pimpinan Mao Zedong. Perang tersebut dipicu oleh perebutan kekuasaan sebagai pemimpin bangsa Tionghoa di antara keduanya, meskipun mereka pernah bersatu dalam melawan Kekaisaran Jepang dalam Perang Dunia II. 

Akhir dari perang saudara tersebut, berakibat pada menangnya kelompok partisan komunis sehingga dideklarasikanlah berdirinya negara RRT. Kelompok nasionalis yang mengalami kekalahan terpaksa harus mundur ke Pulau Formosa hingga sekarang. 

Penting diketahui bahwa perang saudara tersebut tidak secara resmi diakhiri dengan perjanjian damai maupun gencatan senjata (Green, Leslie C., 1993). Sehingga secara administrasi hukum, status perang saudara antara kedua kelompok tersebut belum sepenuhnya berakhir.

Dalam konteks dewasa ini, permasalahan yang timbul adalah ketika RRT ingin menyatukan Taiwan dalam pemerintahan RRT, sementara Taiwan sudah merasa dirinya adalah negara berdaulat (sovereign state) dan tidak terikat dengan RRT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun