Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Menjadi Penulis Itu Bahagia

25 September 2021   06:05 Diperbarui: 25 September 2021   06:31 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar

https://pin.it/4nf7tjC

Menjadi Penulis Itu Bahagia

Aku tidak menyangka bakat alami ternyata mengalir di darahku. Dulu tak pernah sedikitpun bisa sejauh ini melangkah mempelajari dunia literasi. Yang penuh kejutan, lika-liku kehidupan. Semuanya sejalan setelah aku memilih melanjutkan pendidikan yang menunjang hobi sedari bisa membaca.

Cita-cita itu dimulai dari SD, seringkali bermain menjadi guru untuk adik-adik sepupu. Cita-cita yang aku tuliskan di buku tulis atas anjuran ibu guru. 

"Tuliskan 5 cita-citamu kelak itu bisa kamu raih!" 

Aku menuliskannya dengan rapi
1.  Menjadi pramugari
2. Menjadi sekretaris di perusahaan
3. Menjadi guru
4. Menjadi perawat
5. Menjadi pengusaha

Wahhh ternyata dari kelima cita-cita itu dua diantaranya tercapai. Nomor 2 dan 3. Nomor 2 ketika aku bekerja di sebuah perusahaan garmen terletak di daerah Kapuk Jakarta. Perjalanan hidup dimulai dari buruh pabrik. Mencabuti benang bra sehingga tanganku kapalan. Setelah beberapa bulan kemudian dipindahkan menjadi penggunting busa bra. Ternyata debu bra melekat ke kulit wajah dan tangan. Akhirnya wajah penuh jerawat dan tangan juga gatal-gatal alergi.

Setelah beberapa bulan dipindahkan lagi menjadi admin atau sekretaris ruangan sampel room. Pencatatan bra yang sudah finish dikerjakan oleh karyawan, selain menyimpan beberapa pola, file ukuran bra, dan bra yang sudah jadi. Memajang sebahagian di lemari. Sebahagian lagi di simpan di gudang. Pekerjaan itu membutuhkan tenaga super ekstra. Pernah tanganku keseleo gara-gara mengangkat kardus yang berisi bra yang berat.

Setiap hari aku menangis, tidak kuat terlalu lama menjadi buruh pabrik. Sehingga suatu ketika aku nekad kuliah sambil bekerja. Di umur 25 tahun. Tiada kata terlambat mengejar impian. Aku memilih keguruan karena guru walaupun telah berumur selalu dibutuhkan. Dan itu salah satu cita-cita sedari kecil.

Kuliah ekstensi, setiap Sabtu dan Minggu. Berjuang selama empat tahun. Mendekati wisuda menemukan jodoh. Sungguh aku sangat senang dan mengucap syukur. Setelah menikah lamaran yang telah disebar membuahkan hasil. Anak memang membawa rezeki. Padahal pada saat itu hamil 3 bulan. Jika perusahaan mana mau menerima orang hamil. 

Menjadi guru sangat mengasyikkan. Bisa membimbing anak-anak bangsa. Tetapi setelah dua tahun mengajar. Aku merasa ada yang kurang. Aku tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan contoh buat anak-anak. Rencana pembelajaran kurikulum 2013. Banyak yang diubah. Sehingga aku melakukan pencarian. Puncuk dicinta ulam pun tiba, aku menemukan aplikasi literasi pada tahun 2018. Banyak teman belajar dengan hobi yang sama. Aku banyak belajar dari mereka. Masuk grup WhatsApp dan belajar menulis setiap hari sesuai dengan tema yang ditentukan. Pertama kali yang mengajak masuk grup mba Lori seorang penulis handal. Kemudian ketemu mba Anis, Bang Bekti. Mereka adalah penulis sejati. Dari mereka aku belajar banyak.

Setelah selesai tulisan dibagikan di aplikasi, kemudian ambil link kirim ke grup. Dengan senang hati mereka mengkritik mana yang harus diperbaiki. Kritikan itu sangat membangun. Sehingga aku bisa menulis walaupun tidak sehebat mereka.

Ternyata lambat laun aku semakin bisa. Menulis puisi, cerpen, artikel, bahkan sekarang membuat konten dari beberapa tulisan yang sekian lama terpendam. Biar mencuat lagi kepermukaan. Sungguh aku bahagia bisa menulis walaupun tidak sebagus mereka. Di dalam tulisan aku bisa melampiaskan segala rasa yang terpendam. Dan orang tidak tahu apakah itu sungguh-sungguh aku alami atau tidak. Bahkan pernah menulis puisi dari buku novel yang dibaca. Ketika jadi puisi beberapa teman literasi yang komentar mengira bahwa itu terjadi denganku. Ternyata tidak.

Aku menulis ketika sahabat di sekelilingku terluka. Jiwaku tersentuh dan tercipta sebuah puisi. Aku merasakan apa yang mereka rasakan. Aku bahagia bisa menulis. Kisah sulit yang pernah datang di kehidupanku.
Menjadi penulis itu bahagia, bisa diwariskan kepada anak dan cucu.

Erina Purba

Bekasi, 03092021

Sudah ditulis di blog Warkasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun