Sumber gambar
Hati Dibalut Dengki
"Teh, aku ingin ngobrol serius , ada waktukah," Jumira menelpon aku suatu sore ketika aku sedang menggosok baju.
"Boleh, di tempat kita biasa ya, di mall itu.
"Ok, jam berapa?"
"Jam enam sore ya, sehabis mahgrib. Soalnya suamiku baru pulang biar ada teman anak-anak di rumah.
Dunia memang penuh dengan berbagai wajah dan karakter. Begitu juga yang aku hadapi. Aku awalnya hanya ingin menolong, kebetulan ada padaku.
"Hai, Teh Zahra, aku sudah di cafe coffe tempat kita biasa."
"Oh iya, aku juga sudah mau sampai."
Tidak berapa lama aku berjalan, akhirnya menemukan Jumira sudah duduk di cafe Coffe Temaram.
"Mau pesan apa!" Jumira menawarkan menu makanan yang tersedia di meja.
"Samakan saja denganmu."
"Ok, aku pesan Coffe sama rotinya ya."
"Iya, silahkan."
"Bagaimana kabarnya Teh Zahra?"
"Baik, kamu bagaimana?"
"Ini dia yang aku mau cerita padamu."
"Kami lagi kusut, usaha semuanya pada bermasalah, dan kontrakan murah serta kios sudah habis. Bingung cari uang kemana lagi. Sekitar 25 juta. Apakah Teh Zahra bisa menolong kami. Aku mohon, saya sudah bingung pinjam kemana," Jumira sudah mulai menangis wajahnya menghiba. Membuat aku tidak tega, bagaimana bila posisiku seperti dia.