Mohon tunggu...
Lesley Tehuayo
Lesley Tehuayo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pattimura Personal blog https://betaleste.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jarang Diketahui, Lubang Buaya Morella

12 Februari 2021   14:34 Diperbarui: 12 Februari 2021   15:26 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Goa, lubang buaya Morella (dokpri)

Tahun 2021 menjadi tahun yang baru yang penuh banyak perubahan. Setelah pandemi covid-19 dan psbb di tahun 2020, banyak dari kami yang masih bisa memasuki tahun 2021. Hal ini patutlah disyukuri. Namun perubahan gaya hidup juga turut mempengaruhi kita seperti memakai masker, rajin cuci tangan, dan menjaga jarak. Semua itu dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan. Terlepas dari itu semua, kita masih bisa merasa sedikit bebas. Beberapa tempat kerja, sekolah, atau bahkan tempat wisata masih dapat kita kunjungi.
Beberapa hari yang lalu, kami satu indekos berkunjung ke salah satu tempat wisata baru di Maluku. Sebelumnya, kami telah berdiskusi untuk memilih tempat wisata yang akan dikunjungi. Ada beberapa daftar tempat wisata yang kami pilih. Dari semua rekomendasi tempat wisata, akhirnya kami memilih Lubang Buaya sebagai tempat wisata.
Awalnya beberapa dari kami menolak. Ada yang memilih ingin pergi ke tempat wisata yang lain. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Setelah diskusi yang cukup lama akhirnya, kami semua menyetujuinya juga. 

Sebelum melakukan perjalanan, kami semua mempersiapkan bekal masing-masing. Dengan begitu, kami tidak perlu lagi membeli makananan di lokasi tempat wisata. Tidak lupa juga kami sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Kami menumpangi sebuah angkutan kota yang telah kami sewa terlebih dahulu. Untuk waktu tempuh kira-kira   hampir sejam perjalanan. 

Sesampainya di sana, kami segera menuju area tempat wisata sambil menuruni anak tangga. Beberapa dari kami agak bingung karena baru pertama kali berkunjung. Sementara mereka yang sudah pernah ke sana yang menuntun kami. Akhirnya kami beristirahat di salah satu rumah gantung. Biaya untuk memasuki rumah tersebit sebesar Rp 100.000,-. Namun karena ibu yang mempunyai rumah gantung tersebut baik hati, ia hanya mematok harga Rp 30.000,- saja. Jika dihitung termasuk harga yang murah dengan jumlah kami ada 12 orang banyaknya. 

Rumah gantung tersebut dihias secantik mungkin, ada buah kalabasa (maja) kering tanpa isi yang dicat warna-warni, payung warna warni, botol warna-warni dan masih banyak lagi. Di atas rumah gantung tersebut juga telah disediakan spot untuk berfoto. Tiap rumah gantung memiliki spot foto yang berbeda-beda. 

Kami pun melepas lelah menikmati indahnya pemandangan laut yang membiru, orang-orang yang sedang menyelam, pepohonan yang menghijau, sesesekali di tiup angin sepoi-sepoi. Pikiran terasa tenang.  Kami juga dapat melihat dengan jelas lubang buaya dari atas rumah gantung tersebut dan ada beberapa rumah gantung lainnya. 

sumber: dokpri
sumber: dokpri

Rumah gantung, Lubang Buaya Morella (dokpri)
Rumah gantung, Lubang Buaya Morella (dokpri)

Selang beberapa menit kemudian, kami semua berfoto bersama. Setelah itu, kami berdiri melihat ikan-ikan dan terumbu karang dari atas rumah gantung tersebut. Ada banyak jenis ikan di sana, dari ukuran kecil hingga sebesar telapak tangan orang dewasa. Terumbu karang mati dan hidup juga ada di sana. Saking besar dan tebalnya terumbu karang, kami dapat melihatnya dengan jelas. Beberapa dari kami segera melompat ke dalam air dan berenang dengan senangnya. 

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri

Sementara kami sedang melihat-lihat dari atas dan yang lain sedang berenang, salah seorang dari kami berteriak memanggil kami seraya mendorong perahu ke air asin. Untuk menaiki perahu, kami masing-masing harus menyewanya sebesar Rp 10.000,- per orang. Segera saja beberapa dari kami berlari menuju perahu tersebut. Mereka akan pergi ke gua di seberang sana. Menurut ibu pemilik rumah gantung, kebanyakan orang mengambil foto di seberang sana. 

Beberapa menit kemudian, salah seorang dari mereka kembali kepada kami. Kami yang tersisa diangkut ke seberang sana. Di tengah-tengah air, kami mengambil gambar secara bergantian. Kami bisa dengan lebih jelas melihat terumbu karang. Air laut pun terlihat sangat biru, sampai-sampai kami tidak bisa melihat apa-apa selain birunya laut. Sementara di tepian yang berdekatan dengan lubang buaya terlihat terumbu karang yang bertumpuk-tumpukan. Setelah terumbu karang terdapat terjal yang dalam. 

Sesampainya di seberang, kami segera turun. Saat kami menginjakan kaki di pantai, kami melihat banyak bebatuan, kuli bia (kulit kerang), kumang, dan potongan-potongan kecil terumbu karang. Kami semua bergegas berfoto di depan goa tersebut. Ada yang selfie, ada juga yang meminta teman lain untuk memotret. Tidak lupa juga kami berfoto bersama mama kos dan bapa kos (sebutan untuk pemilik indekos tempat kami tinggal). 

Setelah puas berfoto, kami pun segera menuju air asin. Di tengah panas teriknya matahari, kami berenang sambil sesekali bercanda tawa. Beberapa dari kami tidak sengaja telapak kakinya terinjak duri tajam hingga tergores. Namun hal itu tidak menyurutkan kegembiraan kami. 

Kami juga melihat beberapa ikan mudskipper  (ikan tembakul; ikan gelodok) sebesar  jari telunjuk di atas batu. Ikan ini dapat bernapas di darat. Ikan ini memiliki sirip yang difungsikan sebagai  kaki. Bentuknya lebar, tipis, dan agak membulat. Oleh sebab itu, ikan ini dapat berjalan menggunakan kedua sirip yang membentuk kaki pada kedua sisi tubuhnya. Bukan saja berjalan, ikan ini dapat melompat juga. 

Mudskipper fish (ikan tembakul; ikan gelodok)  (pixabay.com)
Mudskipper fish (ikan tembakul; ikan gelodok)  (pixabay.com)

Setelah itu, kami kembali ke rumah gantung. Saat sudah berada di tengah-tengah, kami memutuskan untuk mengelilingi area tempat wisata dengan perahu. Kami memanfaatkan momen itu untuk mengambil gambar di atas perahu. Sungguh menakjubkan.  Kami melihat-lihat terumbu karang dan ikan-ikan serta lubang buaya. Saat berada dekat lubang buaya, kami tidak memasukinya, celahnya sempit. Perlu diketahui juga bahwa meskipun sempit, pernah ada beberapa turis yang menyelam dan masuk ke dalam. 

Berfoto dari atas perahu-pantai Lubang Buaya Morella (dokpri)
Berfoto dari atas perahu-pantai Lubang Buaya Morella (dokpri)

Setelah puas berkeliling, kami segera menuju rumah gantung. Kami yang sudah merasa lapar segera makan, sedangkan yang lain sibuk melompat dan berenang lagi. Selepas itu, kami bersiap-siap untuk pulang. Sebelum pulang, kami mengemasi barang-barang bawaan. Sementara yang lain, mengganti pakaian yang basah di kamar mandi dekat situ. Untuk masuk ke kamar mandi pun harus membayar sebesar Rp 2.000,-. 

Kami semua merasa sangat gembira juga lelah. Tenaga kami telah terkuras saat berfoto, melompat dan berenang, serta naik perahu. Ketakutan kami tentang buaya yang masih hidup hanyalah rumor belaka. Menurut ibu pemilik rumah gantung, tidak ada buaya di lubang buaya tersebut. Dulu pernah ada, tetapi sekarang tidak lagi. Kami lega dan berjalan pulang dengan perasaan senang. Rasa senang itu sedikit buyar karena harus menaiki tangga. Bagian kaki dan paha terasa sakit dan tubuh terasa lemas. Namun saat sudah berada di angkutan kota, kami semua bernyanyi bersama-sama. Sementara mama kos dan bapa kos mengendarai motor. Akhirnya, kami  bisa berlibur juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun