Hujan mulai jatuh mengenai atap matamu
Setiap bunyinya
Ada nada yang suluh terburuh-buruh beranjak pergi
Kau Roti yang membawaku lelap empatpuluh hari empatpuluh malam
Memegang tubuhmu hanyalah batu penuh cobaan
Di ikat rambutmu
Sudut-sudut kota yerusalem bersorak
Tentang jalah
Kau laut yang memanggilku jadi firman tersuci
Di rahim-Mu
Sedang ku baca puisi yang kau tulis kemarin
Hingga beberapa tangan angin
Memaksaku keluar
Perihal puisi itu menentang tradisi moyangmu
Cermin wajahmu
Aku seperti Adam yang malu-malu
Mengikat rusukmu jadi satu
Aku hanya mengembalikan tubuhku jadi debu yang kini mencintai jejak langkahmu