Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Teruntuk Nona Manis

19 September 2020   20:50 Diperbarui: 19 September 2020   20:53 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi ini hanya sebagai tanda selamat, atas perjumpaan antara 2 sahabat yang telah berpisah enam tahun lamanya.

Teruntuk Nona Manis

Anggraeni
Menyimpan fotomu di dunia Maya sama halnya aku menolak jasadmu tak tentram di akhirat nanti. Biarkan wajahmu abadi dibatas putih mataku.

Anggraeni.
Tak mesra di dunia Maya bukan berarti kita saling sepakat membunuh untuk pergi. Kita hanya tak ingin jadi relung-relung syarat tak bertobat.

Anggraeni
Mencintaimu tak cukup menyekap, menyikap kesucian. Kepedulian dan cara kita mengenal dari yang bengal hingga terjal. Kau adalah kerumunan bait-bait tanpa banyak menunggu ilmu hafalan serta tumpukan sesal.

Anggraeni
Mencintaimu adalah tumpah darah perlawanan. Kita hanyut dan terbayang akan rasa, perkara dalam makna, tak termakam doa dalam dosa.

Anggraeni
Mencintaimu adalah bumi ibu yang di hisap nadinya. Lambung padi, kita terapung di antara pesan perjuangan para syuhada, sadar shadu ketika di balok malu, kau hening pada cipta sajak kepala batu.

Anggraeni
Mencintaimu adalah seribu negeri kepulauan. Kepulaan peluk yang tak lekang belajar menanti usia lapuk. Kita sosok yang tercipta secara kemanusiaan.

Anggraeni
Mencintaimu adalah puisi yang ku nikahi dengan cincin kepercayaan :
" Kita sebatas rusuk yang siap bernyanyi untuk negeri yang di rusak. "

Anggraeni
Biarkan bibirmu menjadi tungku terakhir aku bernapas. Kita menyala pada kayu-kayu yang menjelma sayap-sayap peramu. Ngilu kehidupan terbaca dari akar waktu.

Kediri, 19 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun