Mohon tunggu...
Leony Agustina Mustikasari
Leony Agustina Mustikasari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga

Hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagian Hati yang Belum Usai

9 Desember 2022   16:20 Diperbarui: 10 Desember 2022   04:12 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Setelah 20 menitan, Kenjuna membawa segelas kopi Dolcelate dengan ukuran sedang serta Cheese cake, lalu menaruh minuman serta makanan kesukaan Tulip di hadapannya. "Kenapa kamu tungguin makanan aku. Harusnya kamu tadi tinggal, biar Waiter yang membawanya kesini. Makasih ya, Kenjuna, mata Tulip mulai berbinar atas perlakuan Kenjuna padanya yang membawakan makanan serta minuman diatas mejanya."

          "Lama tak bertemu. Ternyata kamu masih ingat wajahku. Wajahmu sekarang makin cantik saja, gak kayak dulu di masa SMP dan SMU tomboy, Kenjuna membuka pembicaraan dengan Tulip." Tulip hanya memandang mata Kenjuna seperti berbicara bahwa keadaannya sedang tak baik-baik saja. "Pasti kamu tak pernah galau, ya? Kamu awet muda, Tulip, Kenjuna sambil tersenyum agar Tulip mau bercerita tentang hatinya yang sejujurnya."

         "Bisa aja kamu Kenjuna. Iya aku bahagia. Seperti kamu dan istrimu, aku lihat di DP Whatapps mu kalian selalu berswa foto dengan wajah sumringah memancarkan hati yang saling mencintai, Tulip menjawab kata-kata Kenjuna padanya." "Sebenarnya aku tak seperti yang kamu lihat, Tulip. Perasaan kita seperti ikatan perkawinan pada umumnya, tak ada sangat dalam hubungan kami. Kami hanya menjalaninya dengan penuh tanggung jawab dan rasa bahagia yang selalu kita usahakan, hingga seperti yang kamu lihat dan ekspektasikannya dalam pikiranmu tentang aku."

       "Maksudnya? Tak ada kata sangat! Aku tak paham Kenjuna, Tulip berbicara dihadapan Kenjuna dengan tampang penasaran." Kenjuna kembali tersenyum. "Kita saling menyayangi biasa, tak ada kata sangat mencintai. Entah itu teori yang aku buat, atau memang itu sebuah kewajaran dalam rumah tangga, Kenjuna menggambarkan tentang pernikahannya." "Padahal aku ikut bahagia. Sebab dimataku, kamu memiliki rumah tangga yang sangat ideal serta menjadi impian semua orang, kata Tulip pada Kenjuna." "Kok jadi membahas tentang aku? Kamu bagaimana Tulip? Kenjuna menanyakan balik keadaan Tulip selama ini." "Keadaanku baik dan tak ada yang spesial tentang aku. Aku hanya Ibu Rumah tangga dengan rutinitas yang biasa aja, Tulip menceritakan keadaanya secara singkat."

       Tulip meminum es Kopi Dolcelate dan sesekali memakan cheese cake dengan potongan kecil. Kenjuna hanya memandang Tulip, saat menikmati cake serta minumannya. "Jangan kamu liatin aku seperti itu Kenjuna. Nanti aku hilang ingatan, kalimat konyol yang coba membubarkan cara Kenjuna memperhatikan Tulip, yang dinilai Tulip terlalu berlebihan kepadanya." "Ya namanya lama gak pernah ketemu. Jadi sekali ketemu kamu aku mencoba ingin menguasai momen ini dengan melihat wajahmu Tulip, Kenjuna masih bisa ngeles pernyataan Tulip dengan sedikit nyengir."

      "Kenjuna. Kamu hari ini kosong? Bisa anterin aku ke Monas gak? Tiba-tiba Tulip meminta diantar ke Monas." "Bisa. Kenjuna lalu beranjak dari tempat duduknya, Kenjuna siap mengantarkan Tulip sekarang juga." "Kamu lucu banget. Gak ada kata penolakan, langsung aja di iyain, Tulip ikut beranjak tanda karena Kenjuna berusaha menuruti kekonyolannya."

       Mereka berdua jalan menggunakan mobil Kenjuna, melaju dengan kecepatan normal kearah Jakarta Pusat. "Kenjuna! Tulip memanggil Kenjuna agar wajah Kenjuna menatap nya juga." "Apa? Kenjuna membalas pandangan Tulip sekitar 3 menit lalu pandanganya kembali ke setir mobil serta pandangannya kedepan." "Gak papa. Tulip ingin curhat namun tak bisa kata-kata keluar dari mulutnya, Tulip hanya menunjukkan dengan kelakuan anehnya pada Kenjuna."

        "Kalo mau cerita. Gak usah sungkan. Siapa tau aku bisa bantu, Kenjuna sesekali memandang wajah Tulip di sela-sela nyetir." Tulip hanya tersenyum, sekali memandang wajah Kenjuna, setelah itu Tulip tak memandang lagi wajah Kenjuna sampai Mobil Kenjuna sampai Monas. Tulip keluar dari mobil dan jalan menuju Monas. Kenjuna memarkirkan Mobilnya, lalu mengikuti Tulip ke depan Monas.

        "Bagus ya. Monas! Kokoh! Tulip mendangak ke atas melihat ketinggian Monas." "Monumen Nasional, ini dibangun mengenang perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan. Dibangun sejak tahun 1961-1975, juga sebagai lambang kebesaran, Tulip mengeluarkan segala pengetahuan sejarahnya tentang Monas." "Aku juga melihat kekokohan Monas pada dirimu, Tulip. Tetap tegak walau musim tak bersahabat mencoba menggoyahkanmu. Kamu tahu itu tak mudah, tapi kamu bertahan sebab kamu yakin ikatan yang tengah kamu bangun sekarang akan berhasil sampai garis finish, Kenjuna mencoba menterjemahkan Bahasa hati Tulip yang tak diunggapkan, namun Kenjuna peka dan menterjemahkan lewat sebuah kata."

       Air mata Tulip hampir menetes, secara cepat Tulip memalingkan wajahnya ke arah lain agar air mata yang Tulip tahan tidak jatuh. Dalam hati Tulip kenapa Kenjuna yang lebih paham dan teliti tentang perasaan yang tengah Tulip alami saat ini. Setelah Tulip bisa menata perasaannya, akhirnya Tulip menatap Kenjuna dan tersenyum manis pada Kenjuna. "Kamu orang tulus Kenjuna. Terimakasih sudah mau menemaniku, Tulip berkata sambil melemparkan senyum pada Kenjuna untuk menutupi kesedihan hatinya karena gonjang ganjing rumah tangga yang Tulip alami beberapa bulan ini yang paling parah adalah tadi malam yaitu pertengkaran Tulip dengan Utama suaminya, sebelum Tulip bertemu dengan Kenjuna."

           "Bolehkah aku memelukmu. Kenjuna! Tanya Tulip pada Kenjuna." Kenjuna terdiam sebentar, agar tak menampakkan ketidak karuan hatinya, karena Tulip ingin di peluk oleh kenjuna. Tulippun langsung memeluk Kenjuna. Detak jantung Kenjuna yang coba dia sembunyikan dari Tulip, berdebar sangat kencang karena Tulip tiba-tiba memeluknya. Tangan Kenjuna pun tanpa sadar mendekap erat Tulip yang ada dipelukkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun