Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Riwayat Jendela

13 Januari 2023   08:19 Diperbarui: 13 Januari 2023   08:31 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Riwayat jendela ( ill. Pexel) 


Dari waktu ke waktu jendela itu tak berubah.
 Jika satu saat engselnya copot dan papannya keropos, ia tak bertukar nama.
 Saat daunnya telah tiada nenek tua masih suka di situ.
Memandang dunia menatap melintas waktu.
Tak berkeluh menuntut asa.
 Pagi jendela menganga meraup sinar, malam mengatup menepis angin hitam.
Nenek tua  bisa lupa mengisi perut, tetapi tidak untuk jendela. Masa muda juga di sini menanti kekasih membukti janji. Kencan bisik jangan berisik.
 Kini tua menyapa. Separuh waktu saban hari masih duduk menatap kolam talas dan rimbun semak mengitari.
Melihat dedaunan bambu serabutan ditampar bayu petang.
 Dua tiga helai melayang lewat jendela.
Nenek memungut tak bersungut.
Itu syair hidup, ada saat melayang setelah tua menuju semesta berkubang.
Hidup sendiri itu adalah diam yang membatu.
Menapak hari tinggal nafas tak butuh asa.
Hari terlalu buram mengharap  pelangi.
Jendela bisa berkisah banyak tentang liku jalanan tempo lalu. Atau narasi tentang asmara masa Nippon datang memasung bangsa.
Nenek senyum bahagia mimpikan suami entah di mana setelah berkembara jauh putus riwayat.
 Untuk apa dikeluh, jendela jadi saksi bisu pernah menyatu duduk berdua berkisah tentang nestapa dan mati kelak.
Kalau kakek berangkat duluan aku tetap di sini, di jendela kita menatap dan berkisah diri.
Tuhan menatap dari jauh  terlihat di pelupuk mata.
Ikrar sehidup semati tidak harus diamini. Kehendak takdir beda lahir beda mati.
- Duluanlah kek, aku masih menanti di sini, jendela kita merenda kisah dan kasih.

 Aku setia mengenang.

( Cileungsi, Bogor 13 Jan 23)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun