Dulu itu sudah lama sekali jamannya. Kerap sepadan bergelut tulang mengecap juang di sawah. Saban hari merenda cerita. Tentang sebuah taman hati berbagi rasa.
Adakah yang lebih indah dari taman hati di jaman juang merangkul sunyi lembah berbaur lumpur. Sawah hijau sekitar adalah taman indah kita sepanjang detik beranjak.
***
Di taman ini selalu kita berbasa-basi. Saling raba bulu mata dan rayu. Mari buka baju melepas lelah.
Kamu tolak melintas garis merah? Aku mengerti. Kamu putri orang saleh. Aku takluk hormat tak lanjut niat.
Dulu kubisikkan ke gendang telingamu. Kita adalah generasi yang lahir di milenium hura-hura. Tatkala yang tua butuh cumbu, dan yang muda memburu candu.
Engkau membeku diam menunggu langkah di atas api membara. Ada tetes air bening dalam deru nafas berpandu syaitan dari mana. Dalam teriknya cahya siang dan irama angin menyibak daun padi menghijau. Sepi membalut hati.
Garis merah itu menjanjikan kehangatan firdaus. Awan dilingkar pelangi seribu warna.
Tidak!Â
Kamu sungguh mengeras erang menolak bala.Â
Aku terpaku malu. Tak lagi tega menatap mata beningmu.