Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memetik Filsafat Hidup dari Penjual Lukisan Tuhan

18 Oktober 2018   15:13 Diperbarui: 19 Oktober 2018   07:27 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oppung Johannes Toruan menyusuri jalan desa ke desa.( Foto: Leonardo TSS)

Hidup itu harus dimaknai sebagai pemberian yang suka tak suka,mau tak mau harus dihidupkan sekali pun terkadang hidup itu membuahkan kekecewaan. Karena kita sudah terlanjur ada, maka hidup itu harus dijalani dengan berani. Tanpa keberanian hidup itu sama dengan mati rasa dalam kehidupan.

Itu yang dipetik kompasianer saat berbincang dengan pak Lumbantoruan atau Oppung Johannes. Seorang penjual lukisan untuk hiasan dinding khusus orang Nasrani. 

Kakek berpostur pendek ini sedang dalam perjalanan menjajajakan lukisan besar yang disandangnya dari kota ke dusun, dari dusun ke dusun,dari rumah ke rumah. Kakek yang bertempat tinggal di kota Siantar ini dalam usianya 70 tahun masih kuat dan ulet jalan ke sana-sini menjual lukisan Yesus. 

Kompasianer bertemu dengannya baru-baru ini ketika Oppung Johannes singgah sejenak di sebuah kedai di pinggiran kota Tarutung,Sumut.Dia kepayahan menurunkan empat lukisan berbingkai yang cukup berat disandangnya setiap hari. 

Dibukanya topi seraya duduk mengempas nafas letihnya. Dengan sehelai handuk kecil yang dililitkan di leher ia menyeka peluh di dahi dan leher. Lalu ia memesan segelas teh manis.

- Lukisan apa itu pak !

+ Saya spesial menjual lukisan Yesus atau yang terkait dengan agama Kristen.

-Kemana saja dijual pak. Bagaimana bapak bisa membawa empat lukisan besar sebegitu beratnya dengan jalan kaki.

Oppung Johannes menyeka keringat yang masih mengucur deras di leher lalu mengipasnya dengan handuk kecilnya. Bibirnya yang kering tampak tersenyum getir. 

+ Itu pertanyaan sangat biasa pada saya. Dan jawaban saya tetap juga sama. Bahwa Tuhan tidak membebani orang dengan beban melebihi kemampuannya. Kalau satu saat saya tak bertenaga lagi atau saya jatuh sakit, saya tak mungkin lagi melakukan pekerjaan seperti sekarang. 

Dia pun bertutur cukup panjang tentang dirinya sambil sesekali menyeruput pelan teh manisnya yang masih panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun