Mohon tunggu...
Leo Kennedy
Leo Kennedy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Palestina Harus Merdeka Itu Harga Mati!

9 Desember 2017   09:04 Diperbarui: 9 Desember 2017   10:29 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Palestina harus merdeka dari segala bentuk imperialisme dan neokolonialisme

SEJAK pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengklaim Yerussalem Timur sebagai Ibu Kota Israel, darah nasionalisme Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung mendidih. Dia pun mengecam keras aksi klaim tersebut dan memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi bergerak cepat menggalang dukungan internasional dan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi menolak klaim AS tersebut.

"Dua hari yang lalu saya terkejut dan sampai sekarang masih dongkol dan jengkel," kata Jokowi dalam pidato pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (8/12/2017).

Kedongkolan Presiden Jokowi sangat beralasan. Karena hakekat kemerdeaan adalah hak segala bangsa dan solusi atas Yerussalem Timur sebagai wilayah pendudukan harus melibatkan Palestina, tidak bisa dilakukan sepihak. Sikap itu juga sejalan dengan pendirian PDIP dalam menolak segala bentuk invasi yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

"Sikap partai ini berakar kuat dari perintah konstitusi, juga berpihak dari sejarah dimana Konferensi Asia Afrika telah memberikan legitimasi yang kuat bagi Palestina untuk diperjuangkan sebagai negara yang merdeka seutuhnya," kata Sekjend DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Kamis (7/12/2017)

Namun sejak jaman Bung Karno, perlawanan Indonesia terhadap Israel jauh lebih keras dan tegas. Baginya, tiap bangsa punya hak menentukan nasibnya sendiri tanpa melalui pengaturan dan campur tangan negara lain. 

Bung Karno sampai akhir hayatnya tidak mau mengakui negara Israel yang diproklamirkan oleh David Ben Gurion pada 14 Mei 1948 karena telah merampas tanah rakyat Palestina.

Sebagai bentuk perlawanan tersebut, Indonesia tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Bahkan ucapan selamat dan pengakuan kemerdekaan Indonesia yang dikirimkan Presiden Israel Chaim Weizmann dan Perdana Menteri Ben Gurion tak pernah ditanggapi serius pemerintah Indonesia. Baik Bung Karno maupun Bung Hatta sama sekali tidak menggubris permintaan pengakuan diplomatik dengan Israel.

Tak berhenti sampai disitu, Bung Karno juga menolak keras mengajak Israel dalam Konfrensi Asia Afrika (KAA) pada 1953. Bung Karno beralasan jika Israel sampai ikut maka hanya akan menimbulkan perasaan luka bangsa-bangsa Arab yang masih terjajah. Apalagi Israel adalah salah satu bentuk imperialis yang harus dienyahkan dari muka bumi.

Dalam tulisan Tonggak-Tonggak di Perjalananku, Ali Sastromidjojo menyebut bahwa niat Bung Karno menggelar KAA adalah untuk membangun solidaritas diantara negara peserta KAA untuk satu front melawan kolonialisme. Bung Karno dalam pidatonya juga selalu mengatakan bahwa kolonialisme adalah bentuk ancaman yang bisa berubah bentuk setiap saat. Neokolonialisme itu ada di berbagai penjuru bumi, seperti Vietnam, Palestina, Aljazair, dan seterusnya. 

"Imperialisme yang pada hakikatnya internasional hanya dapat dikalahkan dan ditundukkan dengan penggabungan tenaga antiimperialisme yang internasional juga," ujar Sukarno dalam pidato hari ulangtahun Republik Indonesia ke-21 pada 17 Agustus 1966, sebagaimana dimuat dalam Revolusi Belum Selesai.

Indonesia juga menolak bertanding sepak bola melawan Israel pada tahun 1957 baik di Tel Aviv maupun Jakarta. Indonesia hanya mau bermain di tempat netral tanpa lagu kebangsaan. Sayang, sikap keras Indonesia  itu ditolak persatuan sepak bola dunia (FIFA). Padahal saat itu hanya tinggal satu langkah saja tim Indonesia lolos ke Piala Dunia. Indonesia tinggal memainkan pertandingan penentuan melawan Israel sebagai juara di wilayah Asia Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun