[caption id="attachment_86906" align="alignleft" width="157" caption="main peran, belajar alamiahnya anak..."][/caption] Untuk mengembangkan kemampuan membaca, dalam arti paham akan bahan bacaannya, keterampilan yang diperlukan anak adalah mengembangkan imajinasinya. sehingga ketika dia menemukan kata 'dokter' dia bukan hanya melihat dan menyebutkan huruf-huruf pada kata 'dokter' tapi dia dapat menggambarkan seperti apa dokter itu dalam imajinasinya. Kemampuan anak untuk mengembangkan imajinasi dapat distimulasi pada saat anak bermain peran. dan sebaliknya, ketika ia bermain peran, kemampuannya memerankan sesuatu, adalah bukti 'perhatian'-nya yang tinggi terhadap sesuatu. Bayangkan jika seorang anak, ketika melihat mainan kompor-komporan, misalnya, ia kemudian tidak melakukan apa-apa, itu berarti ia tidak pernah memperhatikan orang lain melakukan sesuatu dengan kompor. saat ia mampu 'membaca' (dalam arti menyebutkan kata saja), ia hanya akan bisa menyebutkan kata demi kata, tanpa menemukan maknanya dan memahami bacaannya. Untuk bisa menulis, dalam arti paham yang ditulisnya dan trampil otot-otot motoriknya, serta kordinasi mata-tangan. maka anak memerlukan latihan terus menerus, melalui kegiatan bermain. Misalnya, bermain air dengan corong dan botol serta gelas-gelas takar. semakin trampil, semakin tajam kordinasi mata-tangannya, tak akan tumpah air yang dituangnya ke botol, semakin ia tak memerlukan corong lagi. main meronce, main fingerpainting, main mencetak dengan plastisin, playdough, tanah liat, pasir, main meremas dan memeras (spons, kertas, daun2an, ampas kelapa, selang dengan pompa), semua itu adalah latihan-latihan yg diperlukan anak untuk memperluat otot-otot motorik halus yang diperlukannya saat menulis. Jadi, hasil karya seni dari kegiatan itu, hanya hasil sampingan, karena sebetulnya yg lebih penting adalah persiapan ke arah keterampilan menulisnya. Karena perlu latihan yang terus menerus, agar tidak membosankan, maka bermain-lah. agar tidak 'boros' dengan kertas dan pinsil (jika latihan hanya dilakukan dengan menggunakan kedua bahan itu saja), maka gunakanlah bahan-bahan bermain yang beragam. Latihan menjadi banyak, beragam, dan tidak membosankan. Untuk mampu menyelesaikan masalah dalam matematika dan pengetahuan alam, maka anak perlu diasah ketrampilan berpikirnya melalui permainan-permainan yang memerlukan kemampuan kognitif seperti menyelesaikan puzzle, meronce, membangun dengan balok-balok, bermain memasangkan benda-benda. dan lain-lain. Seorang teman cerita, waktu libur yg lalu, dia ajak anak-anaknya ke rumah kakek mereka. Ada pohon duku di situ, lalu anak-anak nya bersama sepupu mereka memetik duku2 tersebut, membagi rata menjadi beberapa kantong, lalu membagi ke tetangga mereka. betapa banyak yang dipelajari anak, saat bermain seperti itu. Kontekstual Learning. Jika kita setting anak bermain peran 'jual-jualan', tentu tidak sulit bukan? biarkan mereka 'pura-pura; menghitung, membagi, menjumlah, menentukan nilai uang, dan mengembalikan kelebihan uang belanja. saat bermain ini, kita bisa melihat bagaimana anak mengendalikan emosi, membeli barang sesuai kebutuhan, bukan keinginan, dan memahami urutan/proses kerja orang di pasar/mini market. Suatu keterampilan hidup (life skill) yang luar biasa manfaatnya. Pengetahuan yang diperoleh anak pun bukan hanya huruf, angka, warna, bentuk dan ukuran. Anak perlu menggunakan banyak media untuk belajarnya, dan Anak belajar BANYAK sekali dalam bermainnya. Inilah JOYFUL dan MEANINGFUL Learning yang sesungguhnya, yang tidak bisa didapatkan anak jika hanya 'belajar' dengan buku dan pinsil.