Mohon tunggu...
Leni Meilani
Leni Meilani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

KKN Tematik UPI MDBPE-MBKM 2021 Kelompok 51

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN UPI 2021: Urgensi Digital Parenting bagi Orangtua

25 Juli 2021   23:31 Diperbarui: 26 Juli 2021   01:14 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia tidak akan terlepas dari pendidikan di berbagai lingkungannya, baik itu dalam lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikan. Setelah mendapatkan pendidikan dalam keluarga anak akan mendapatkan pendidikan formal di sekolah. Pendidikan yang terakhir akan didapatkan di dalam lembaga masyarakat. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat begitu pesat. Kondisi ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan, baik dalam aspek infrastruktur, metode, model, strategi, dan juga pendekatannya. Selain itu juga sistem kerja pun berubah dari pembelajaran konvensional atau tradisional menjadi lebih modern, IT atau digital. Perubahan akibat kemajuan teknologi memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang ada. Segala informasi baik yang bernilai positif maupun negatif dapat diakses dengan begitu mudah oleh siapa saja. Termasuk oleh anak-anak yang dapat dibilang masih di bawah umur, yang belum mampu memilah aktivitas internet yang bermanfaat, dan cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial tanpa mempertimbangkan dulu efek positif atau negatif ketika berinteraksi di dunia internet, sehingga terjadi kecenderungan yang sering mengenyampingkan nilai-nilai moral dan etika. Oleh karena itu, peran pola asuh orang tua dalam lingkungan keluarga sangat menentukan nilai-nilai yang didapatkan oleh anak, peran pola asuh di era digital ini dapat dilakukan dengan istilah digital parenting.

Digital Parenting atau pengasuhan digital merupakan bentuk pengawasan (controlling) dalam dunia digital, dalam bentuk pembatasan kepada buah hati, mengenai apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan pada saat menggunakan perangkat digital. Apalagi saat ini kemajuan teknologi sedang marak-maraknya terjadi pada masa modernisasi ini. Bisa kita lihat bagaimana pengaruh dari perkembangan teknologi terhadap transformasi nilai-nilai yang ada di masyarakat, khususnya nilai-nilai di Indonesia yang identik dengan nilai-nilai ketimuran, mulai tergeser oleh nilai-nilai kebarat-baratan yang muncul dan dapat diakses dalam dunia digital dalam bentuk film, foto-foto, sampai video game yang berisikan bentuk-bentuk dari nilai-nilai kebarat-baratan. Hal ini sangat berpengaruh pada anak-anak yang lahir pada era digital (digital native). Adapun ciri dari anak yang lahir pada digital native  menurut Wahyudi Kumorotomo adalah seperti; mereka terbiasa mengerjakan beberapa hal dalam sekaligus (multitasking), menyukai pendekatan tidak linear, menyukai penyajian informasi yang user friendly.

Ada sisi positif dan negative dari berkembangnya teknologi, adapun sisi positif dari kemajuan teknologi ini adalah adanya kepraktisan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seperti memudahkan anak dalam belajar, memudahkan dalam berkomunikasi, dan lain sebagainya. Akan tetapi terdapat pula sisi negative dari berkembangnya teknologi yaitu, attention-emotion-decision making yang lama-kelamaan akan berakibat kepada kecanduan, kemudian berkurangnya kemampuan fokus dalam berpikir karena seolah-olah melakukan hal multi tasking tapi malah mengurangi fokus berpikir anak, phantom vibration syndrome yaitu keinginan untuk mengecek situasi dalam gadget dari waktu ke waktu, dan terakhir yaitu smart phone  memiliki pengaruh tiga kali lebih besar mengakibatkan kecanduan daripada computer.

Pada masa pandemi seperti sekarang ini, interaksi anak dengan media digital/ gadget lebih intens karena adanya berbagai kebijakan seperti PSBB (pembatasan sosial berskala besar) sampai PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegaitan Masyarakat) yang mengharuskan masyarakat untuk lebih meminimalisir aktivitas diluaar rumah, yang otomatis akan menyebabkan intensitas anak dengan gadget di rumah akan lebih meningkat dari sebelumnya karena adanya kebijakan tersebut, mengakibatkan ketergantungan anak kepada gadget menjadi lebih tinggi karena dalam gadget anak bisa menemukan semua sumber kebahagiaan seperti teman, film favorit, sampai game, yang pada akhirnya bisa membuat anak menjadi ketergantungan dan akan semakin ketergantungan terlebih lagi pembelajaran sekarng pun dilakukan secara daring, yang lagi-lagi akan meningkatkan aktivitas anak dengan gadget. Akan tetapi pada pelaksanaannya seringkali ditemukan bahwa anak dalam melaksanakan KBM (kegiatan belajar mengajar) tidak mengikuti pematerian atau pembelajaran dengan baik karena berbagai factor, akan tetapi permasalahan yang umum dijumpai yaitu anak tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, atau bahkan tidak mengumpulkan tugas sama sekali, karena merasa tidak ada yang mengawasi. Berbeda halnya dengan kegiatan belajar tatap muka yang mengharuskan anak bertemu dengan guru, sehingga murid merasa terawasi dengan tugas-tugas yang harus dikumpulkan dan dikerjakan.

Oleh karena itu diperlukan pengawasan ataupun controlling terhadap anak dalam dunia digitalnya agar anak merasa terawasi, dalam hal ini peran orang tua diperlukan sebagai pengawas anak dalam dunia digital yang tanpa batas ruang dan waktu. Hal pertama yang orang tua harus pahami yaitu bagaimana cara kerja dunia digital, apa saja hal-hal buruk yang muncul dalam dunia digital, bagaimana cara membatasi dunia digital anak, dan bagaimana cara mengontrol dunia digital anak agar aktivitasnya terawasi sebagaimana mestinya. Kemendikbud memaparkan lima prinsip/ peran orang tua dalam membimbing anak dalam menggunakan perangkat digital. Adapun lima peran atau prinsip tersebut yaitu; Kritisi, yaitu orang tua harus membiasakan diri untuk kritis terhadap konten digital apa saja untuk memastikan konten tersebut benar-benar aman untuk diakses oleh anak, misalnya pada konten game ataupun youtube yang diakses oleh anak, orang tua harus kritis terhadap manfaat dan bahaya dari konten tersebut. Kemudian Diskusi, orang tua harus berdiskusi dengan anak mengenai batas penggunaan perangkat digital anak, dengan adanya diskusi dengan anak orang tua bisa lebih mengontrol jam penggunaan gadget oleh anak sehingga dapat meminimalisir ketergantungan terhadap gadget.  Batasi, orang tua harus membatasi dimana, kapan, konten apa yang tidak boleh diakses oleh anak. Patuhi, sepakati aturan penggunaan dan konsisten terhadap kesepakatan tersebut, dalam hal ini orang tua dapat memberikan reward & punishment terhadap perilaku anak ketika menggunakan gadget, dengan adanya hal tersebut, anak akan lebih memperhatikan aturan dan kesepakatan penggunaan gadget. Lalu yang terakhir yaitu Nikmati, orang tua harus dapat menikmati waktu bersama anak dalam menggunakan gadget anak sehingga orang tua dapat memantau aktivitas anaknya dalam menggunakan gadget, termasuk aktivitas belajarnya di sekolah pun dapat terpantau dengan baik jika orang tua dapat menerapkan dan menjalankan ke lima prinsip tersebut dengan tepat.

Nama : Leni Meilani

NIM : 1801743

DPL : Dadi Mulyadi, S.Pd., M.T.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun