Mohon tunggu...
Lely Zailani
Lely Zailani Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga dengan satu anak. Pendiri dan aktif di HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) organisasi non pemerintah yang bekerja untuk pemberdayaan perempuan akar rumput di perdesaan. Saat ini tinggal Deli Serdang Sumatera Utara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Prioritas Dana Desa dan Visi Pemberdayaan

7 November 2018   16:10 Diperbarui: 7 November 2018   19:17 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga saat ini masih banyak ketidakpuasan, ketidakpastian, ketidakpercayaan dan ketidakpedulian masyarakat desa pada pemerintahnya dalam proses pemenuhan hak-hak public. Berbagai keluhan masih sering disampaikan kepada pemerintah karena pelayanan hak-hak publik yang masih berbelit-belit, lambat, tidak transparan biaya dan waktu yang diperlukan, juga ketidaktahuan masyarakat tentang persyaratan dan prosedur yang harus diikuti. Di sinilah urgensi pembahasan tentang prioritas pengelolaan dana desa dan visi pemberdayaan dimana aspek prakarsa, kesadaran dan partisipasi menjadi focus perhatian.

UU Desa telah menetapkan desa sebagai komunitas yang memiliki kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri berdasarkan fungsi self governing community (komunitas yang berpemerintahan sendiri). Kewenangan itu dikelola dalam tata pemerintahan Desa yang demokratis dan bertumpu pada empat pilar yaitu: musyawarah Desa, pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat Desa. Desa dapat menjadi "diri sendiri" dalam mengelola dan mengatur desa sesuai dengan keinginan bersama masyarakat.

UU Desa dengan tegas memandatkan pemberdayaan pada pilar keempat, yaitu masyarakat desa dan mewajibkan Kepala Desa melakukannya. "Kepala Desa berkewajiban memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa" (Pasal 26, Ayat 4).  Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban melakukan pemberdayaan masyarakat akan mendapat sanksi mulai dari sanksi administratif, pemberhentian sementara hingga diberhentikan tetap (Pasal 28). Meski memberdayakan masyarakat adalah kewajiban yang dimandatkan oleh UU Desa, namun pendekatan pemberdayaan baru menjadi prioritas karena terkait isu prioritas pengelolaan (penggunaan) dana desa. Tampaknya, visi pemberdayaan masih merupakan hal baru bagi kalangan pemerintah desa dan pendekatan pemberdayaan masih harus diperkuat.

Konsepsi Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan terjemahan dari empowerment, berasal dari kata empower yang artinya memberdayakan. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua pengertian, yaitu: (1) to give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain; (2) to give ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keberdayaan.

Pemberdayaan adalah paradigma pembangunan alternative yang berpusat pada manusia (rakyat). Paradigma ini sangat populer dalam literatur pembangunan sejak dekade 1980-an yang merupakan kritik sekaligus solusi terhadap konsep developmentalisme sebagai model pembangunan yang hanya menjadikan orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin. Kritik terhadap model pembangunan yang telah menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, penurunan kualitas sumberdaya alam dan tersingkirnya rakyat dari faktor-faktor produksi. Konsep pemberdayaan juga didesakkan secara massif oleh gerakan civil society yang mendorong demokratisasi di belahan dunia termasuk di Indonesia.

Pembangunan yang berpusat pada rakyat menjadikan inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya utama dalam proses pembangunan dan kesejahteraan material dan spiritual rakyat sebagai tujuan yang ingin dicapai. David Korten, konseptor pembangunan untuk rakyat (1988: 374) mengatakan bahwa paradigma ini menjadikan individu bukan lagi sebagai objek, melainkan aktor pembangunan yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya.

Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

Inti dari pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Sebagai pendekatan dari implementasi konsep pembangunan berpusat pada rakyat, pemberdayaan memiliki perbedaan sangat fundamental dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan social dasar (basic needs) atau jaring pengaman social yang selama ini menjadi agenda pembangunan di Indonesia. Pendekatan pemberdayaan adalah proses membangun, mendorong dan membangkitkan kesadaran kekuatan untuk bangkit dan memperkuat daya (potensi) yang sesungguhnya dimiliki masyarakat (empeworing). Sehingga masyarakat yang sebelumnya berada dalam kondisi kemiskinan, keterbelakangan dan mengalami keterpinggiran mampu bangkit dengan meningkatkan martabat dan kesejahteraannya.

Menurut penulis, relasi yang subordinatif dan pembagian kerja yang diskriminatif sesungguhnya dimulai dari dalam rumah. Relasi ini berujung pada ketimpangan sosial, ekonomi dan politik di wilayah publik, ketika setiap individu warga masyarakat menginternalisasi kondisi tersebut sebagai konstruksi nilai-nilai sosial. Relasi sosial antar komunitas dan antar organisasi sosial berangkat dari relasi yang berkembang antar orang, antar keluarga dalam ranah yang lebih luas. Relasi social politik kemudian terjadi antar masyarakat dengan negara ketika negara melalui aparat pemerintah menjalankan fungsi pelayanan public (to serve the people), fungsi melindungi segenap warganya (to protect the people) serta fungsi mengatur dan mengendalikan rakyatnya (to regulate the people) untuk tujuan ketertiban umum.

Jadi, pemberdayaan sebagai pendekatan pembangunan berpusat pada rakyat dapat dimulai dari individu kemudian ke komunitas warga (masyarakat) dan diletakkan dalam konteks relasi kekuasaan yang lebih besar: berhadapan dengan negara. Dalam gerakan emansipasi perempuan di dunia, "the personal is political" pernah menjadi entry point gerakan pembebasan  menuju konteks sosio-ekonomi yang lebih luas. Kritiknya adalah ketika the personal is political tidak dilanjutkan dalam konteks sosio-ekonomi, melainkan hanya berlandaskan pada dimensi kultural dan lebih spesifik ke permasalahan identitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun