Sehabis ngobrol dari rumah Maria, saya dibayangi perasaan gundah. Perjumpaan pada awal bulan Mei membangunkan jiwa yang tertidur untuk berkelana mengitari gubug demi gubug. Selang beberapa hari kemudian penghuni gubug di ujung jembatan mengajak saya dan beberapa teman berhimpun anggun.
Maria inilah yang membuat hati beberapa pemuda di kampung jatuh hati. Dia sempat membuka harapan bagi dua pemuda dan salah satunya saya. Nyatanya, saya yang bertahan dan menemaninya berkelana saat petang tiba.
Kami bersua pada gubug terjanji. Maria membikinkan koef metan* untuk saya dan yang lain. Saya mengikuti geraknya, tak dibiarkan mata berkedip demi mendapati misteri nasib pada lesung pipinya.
Seorang teman membuyarkan kebisuan lama itu. Ia mencairkan suasana dengan bakat humor bawaan. Segala perhatian tertuju padanya dan siap melepas tawa saat kelucuan alami tiba...
"Haha..haha", spontan kami tertawa sambil beruji menutup gua mulut masing-masing. Begitulah kalau ada hal lucu. Bahagia bersama dengan nada tawa bersahutan.
Setelah itu, Maria menyapa saya dengan setengah halus.
"De.."
Maria hanya sekedar menyapa saya. Dia hanya mau menegaskan kehadiran segenap jiwa-raganya. Sedang ada bersama di tengah himpunan dengan teman yang lain.
Malam semakin gelap bersamaan dengan habisnya koef metan pada tiap cangkir. Kali ini Maria mengajak semua meninggalkan kesibukan dan menciptakan kesunyian.
 (Hening)
Selang beberapa detik, dengan keyakinan penuh ia memecah kesunyian seraya memberi salam iman: "SALAM MARIA"
Dan kami bersama mengulangi salam... salam berulang.. dan terus memberi salam.
bersambung...
*kopi hitam