Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekonomi Komoditas Udang dan Tiga Pendekatan Optimasi Lahan

30 Juli 2020   10:41 Diperbarui: 3 Agustus 2020   19:10 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintah memasang target kenaikan ekspor udang sampai 5 tahun ke depan| Sumber: KONTAN/Rani Nossar

Tambak yang terletak di Kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang ini memiliki luas tambak efektif sekitar 24.000 ha, di luar fasilitas penunjang lainnya. Ini sangat potensial untuk direvitalisasi menjadi industri tambak modern terpadu (integrated shrimp farming industries) sebagaimana di zaman keemasan dulu. 

Tentu mekanisme pengembangannya dengan melibatkan peran swasta dan masyarakat pembudidaya eksisting dengan model-model yang bisa disepakati dengan berkaca pada masalah multidimensi yang muncul sebelumnya.

Jika, tambak eks dipasena ini mampu direvitalisasi sebagai tambak modern dengan produktivitas 20 ton per ha saja, maka setidaknya akan ada tambahan produksi udang mencapai minimal 336.000 ton per tahun (jika 100% dioptimalkan).

Kedua, dalam konteks skala menengah. Saya menyarankan pemerintah untuk mendorong penerapan model tambak estate melalui mekanisme platform crowdfunding misalnya. Mekanisme yang telah berhasil dikembangkan para start-up millenial pada berbagai bisnis perikanan, bisa replikasi dalam skala lebih besar. 

Di sisi lain, mekanisme ini akan memicu minat investasi dan pemberdayaan masyarakat, terlebih sektor perbankkan konvensional dinilai masih setengah hati. Pemerintah bisa mendorong pelaku usaha seperti Shrimp Club Indonesia (SCI) yang saat ini menjadi produsen dominan udang nasional, para start-up dan lainnya untuk terlibat.

Konsep tambak estate yakni dengan memanfaatkan aset aset pemerintah dan BUMN seperti lahan perhutani yang saat ini banyak tidak produktif, namun potensial untuk pengembangan tambak udang. 

Konsep tambak estate juga bisa diintegrasikan dengan program perhutanan sosial, sehingga masyarakat disekitar hutan atau kelembagaan masyarakat adat bisa turut diberdayakan melalui penciptaan usaha baru budidaya udang. 

Integrasi konsep tambak estate, program perhutanan sosial dan mekanisme platform crowdfunding, diprediksi akan mampu mengoptimalkan aset lahan tambak yang ada.

Saya mengilustrasikan, jika kita mampu mengoptimalkan aset lahan Pemerintah, terutama BUMN (Perhutani) yang non produktif seluas 5.000 ha saja. Dengan penerapan budidaya semi intensif (50%) dan silvofishery (50%), maka akan ada tambahan produksi udang 2.000 ton hingga 10.000 ton mencapai minimal 50.000 ton per tahun.

Ketiga, dalam konteks skala kecil. Pemerintah harus mendorong pengembangan tambak rakyat dengan meng-upgrade kapasitasnya. Saat ini hampir 60% tambak di Indonesia merupakan tambak rakyat (skala kecil) dengan teknologi sederhana (tradisional), dan memiliki produktivitas dibawah 500 kg per ha. 

Oleh karenanya pemerintah perlu memfasilitasi dengan meng-upgrade menjadi teknologi tradisional plus dengan produktivitas minimal 1 ton per ha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun