Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jangan Main-main dengan Tata Ruang

20 Mei 2018   04:46 Diperbarui: 20 Mei 2018   05:27 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam dalam perjalanan Jepara -Jakarta, bis yang saya tumpangi stag tak bergerak disepanjang jalan Kaligawe, Semarang. Lebih dari 5 Jam terjebak dengan kecepatan nyaris 0 km/jam. Masalahnya lagi-lagi banjir/rob yang entah berapa puluh tahun masalah ini urung terselesaikan dan entah berapa nilai kerugian ekonomi (materi/non materi) terbuang.

Entah berapa banyak rekomendasi dari para pakar tata ruang, hidrologi bahkan sosiologi, namun faktanya seperti tak ada keseriusan menindaklanjutinya.

Sebagai kota Pesisir, Semarang sebagaimana kota lainnya mestinya memiliki konsep penataan ruang yang berbasis mitigasi. Namun faktanyanya, tengok sendiri bagaimana spatial planning yang bisa dikatakan buruk.

Land subsidence (penurunan muka tanah), naiknya muka air laut, abrasi, dan tata ruang yang buruk menjadi penyebab utama masalah kronis kota Semarang bagian bawah. Menjadi kronis karena minim upaya pengendalian. Parahnya akar masalah di atas, disebabkan karena tak ada upaya konsistensi penegakan aturan.

Tengok, alih fungsi hutan mangrove disepanjang pesisir begitu cepat, padahal mangrove berfungsi sebagai barrier terhadap abrasi. Pembangunan kawasan industri yang terkesan sporadis di sepanjang Kaligawe dan sekitarnya dan sudah barang tentu melakukan aktivitas pengambilan air bawah tanah akan memperparah land subsidence. Jika ditanya terkait Amdal, apakah mayoritas konsisten menerapkannya? atau bahkan jangan jangan tak punya? dan sejauhmana pengawasan dari pihak otoritas?

Rasanya masih banyak masalah lain yg berkaitan dengan perizinan dan tata ruang yang seolah abai. Padahal masalah muncul karena sikap abai tersebut.

Upaya perbaikan pendangkalan saluran dan pembuatan saluran yang terkoneksi dengan kolam retensipun dinilai oleh para pemerhati lingkungan masih setengah hati. Nyaris hanya mengandalkan keberadaan folder semarang yang nota bene di bangun sejak zaman kolonial. Padahal menurut pakar, fungsu folder berbeda dengan kolam retensi.

Ironisnya, upaya yang dilakukan dengan terus menerus menaikan permukaan jalan dan seolah menjadi kegiatan rutin tahunan. Artinya anggaran dibuang dan tak sentuh akar masalah.

Kalo sekilas melihat gambaran penataan ruang khususnya di kawasan kota lama, sebenarnya Pemerintah Kolonial pada waktu itu telah membangun konsep tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sayangnya seiring berjalannya waktu justru pemerintah daerah seolah tak menyadarinya.

Imbasnya, kawasan kota lama yang digadang gadang sebagai icon Semarang sulit berkembang (investor enggan untuk bangun fasilitas) padahal jika resiko bencana banjir/rob mampu dikendalikan, kawasan ini bisa menjadi daya tarik ekonomi.

Kemarin saya sempatkan berkunjung ke Semarang (semarang bawah), pembangunan hotel berbintang perkembangannya sangat pesat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun