Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pariwisata Danau Toba dan Kekhawatiran Krisis Ekologi

17 Mei 2018   16:15 Diperbarui: 17 Mei 2018   23:21 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal dengan Danau Toba, danau vulkanik terluas dengan pulau Samosir di tengahnya memang menarik sebagai tujuan para pelancong baik dalam negeri maupun manca negara. Cerita legenda yang turun temurun hingga ke seantero nusantara, menjadikan Danau Toba sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.

Pemerintah telah menetapkan Danau Toba sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) dan menjadi 10 (sepuluh) destinasi wisata nasional yang menjadi prioritas pengembangan. Sebagai tindaklanjut Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 membentuk Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba. Tugas dan fungsi Badan ini adalah melakukan percepatan pengembangan dan pembangunan kawasan pariwisata Danau Toba dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Pemerintah bermimpi ingin menggenjot pengembangan pariwisata Danau Toba, sebagai tujuan wisata kelas dunia. Targetnya bisa memenuhi kunjungan wisatawan yang diproyeksikan sebanyak satu juta orang hingga tahun 2019, dimana tahun ini rata-rata kunjungan wisatawan baru mencapai angka sekitar 70 ribu orang. (sumber : tempo.co). Sektor pariwisata digadang-gadang menjadi sektor yang berpeluang besar menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Pertanyaannya konsep pariwisata apa yang akan dikembangkan di kawasan Danau Toba ini? Merujuk pada keterangan Kepala Badan Otorita, Arie Prasetyo yang dikutip dari berbagai media nasional, Pemerintah ingin menjadikan danau toba sebagai kawasan wisata dengan konsep modern, bahkan ada yang bilang Toba nantinya akan menjelma layaknya kawasan wisata di Monaco. Ya, Monaco-nya Asia lah kira-kira julukan tepatnya.

Tak ayal untuk untuk merealisasikan mimpi tersebut, Pemerintah melalui lintas sektoral terkait memberikan kemudahan pada akses investasi di bidang ini.

Sebagai pemerhati lingkungan, ada satu poin dalam Perpres tersebut yang dikhawatirkan akan dilakukan secara tak terkontrol yakni pada pasal 25. Pasal ini memberikan peluang perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan untuk kepentingan proses perolehan hak pengelolaan pada kawasan pariwisata Danau Toba. Walau ditegaskan proses tersebut harus mengacu pada peraturan perundang-undangan, namun kekhawatiran merupakan hal wajar, karena telah banyak preseden buruk terkait perubahan pola ruang yang dilakukan berdasarkan diskresi atas nama kepentingan ekonomi. Semoga tidak terjadi.

Pengembangan wisata Danau Toba telah menimbulkan pro dan kontra utamanya antara yang pro ekonomi dengan yang pro lingkungan. Dalam tulisan ini, penulis ingin mengulas dari sisi kepentingan ekologi, jika pun ada sudut pandang lain diluar kontek ini, itu sah sah sebagai sebuah keragaman berfikir yang harus dihargai.

Dalam konteks ekologi, kawasan Danau Toba merupakan sebuah ekosistem. Ya, sebuah ekosistem, dimana didalamnya tidak bisa dilepaskan dari interaksi dari unsur-unsur lingkungan hidup sebagai sebuah sistem alamiah. Pertanyaannya, sudahkah pengembangan pariwisata ini telah melihat kawasan Danau Toba sebagai sebuah ekosistem? Sudahkan mempertimbangkan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainaible tourism)?

Fakta menunjukkan saat ini tengah terjadi krisis ekologi pada ekosistem Danau Toba. Khusus di lingkungan perairannya sendiri, hasil kajian menunjukkan terjadi perubahan status trofik perairan Danau Toba, dari yang seharusnya oligotrofik berubah menjadi meso hingga eurotrofik. Status trofik perairan Danau Toba, disebabkan adanya peningkatan tumpukan nutrient (phosphor) dan bahan organik tinggi sebagai indicator sebuah perairan dinyatakan telah tercemar.

Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi BOD (biological oxygen demand) di atas ambang batas. Tingginya BOD ternyata disebabkan oleh aktivitas yang terjadi di in-land (daratan). Aktivitas in-land tersebut yakni perumahan, pariwisata, pertanian, peternakan, dan industri yang menghasilkan limbah baik secara langsung ke perairan danau maupun melalui DAS.

Dampak penurunan kualitas lingkungan juga menyebabkan ancaman serius terhadap biodiversity di perairan Danau Toba. Sebuah studi menyimpulkan bahwa lebih dari 80% ikan endemik lokal danau terancam punah. Sangat mengkhawatirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun