Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pertumbuhan Makro Ekonomi versus Pemerataan

17 Mei 2018   14:13 Diperbarui: 17 Mei 2018   14:26 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (shutterstock)

Setelah menyimak paparan dari sejumlah politisi dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) beberapa waktu lalu, seolah membuka kenyataan, tentang apa yang terjadi saat ini. Saya kemudian mulai tergelitik untuk mengungkapkan pandangan yang (mohon maaf) sangat jauh dari penguasaan keilmuan saya di bidang ekonomi dan sudah barang tentu pandangan saya ini terlampau dangkal.

"lima orang konglomerat di negeri ini, kekayaannya setara dengan nilai kekayaan 100 juta penduduk Indonesia", barangkali itu salah satu yang dilontarkan Prof. Rokhmin Dahuri, akademisi sekaligus politisi PDIP ini. Jika demikian, artinya, 10 orang kaya di Indonesia menyetarai lebih dari 80% jumlah kekayaan seluruh total penduduk Indonesia saat ini. Sungguh luar biasa....!

Tak pelak diskusipun semakin memanas, tatkala politisi Golkar, Nusron Wahid vs politisi Gerindra, Fadli Zon berdebat panas dan saling sanggah terkait masalah kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia 3 (tiga) tahun terakhir ini. Semua pandangan terkait ekonomi makro ini, saya anggap benar semua, toh saya tidak terlalu faham dengan apa yang mereka perdebatkan. 

Saya kira mereka menganggap pandangannya objektif, walaupun bagi masyarakat awam seperti saya semuanya subjektif karena memiliki sudut pandang masing-masing. Tapi, sudahlah, tak perlu panjang lebar bahas perdebatan orang pinter seperti mereka..

Hampir disemua negara, GDP (gross domestic product) memang menjadi ukuran kinerja pertumbuhan ekonomi (makro) suatu negara. Bahkan lembaga keuangan dunia semisal World Bank secara rutin setiap tahun melakukan pemeringkatan kemajuan suatu negara dengan menjadikan GDP sebagai indikator, dan tak ayal mereka bisa memprediksi hingga berpuluh tahun ke depan, ibarat paranormal ekonomi, begitulah kira-kira. 

Secara sederhana (sepengetahuan saya, maaf kalau salah), GDP merupakan total nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam periode waktu tertentu. Pemerintah selalu mengeluarkan amunisi untuk genjot pertumbuhan ini dengan mendorong investasi dan nilai ekspor. Bahkan pak Presiden bilang, tak ada lagi indikator lain selain dua senjata ampuh ini.

Selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia memang fluktuatif. Data BPS mencatat pertumbuhan GDP Indonesia dalam kurun waktu (2013-2017) memang tidak beranjak dari angka 5. Tahun 2017 tercatat GDP Indonesia hanya mencapai 5,07 dan masih jauh dari target yang diinginkan yakni sebesar 7, terlepas dari berbagai factor eksternal seperti kondisi perekonomian global yang menurut beberapa pakar turut andil dalam mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Memasuki tahun 2018, Pemerintah mendiklair bahwa GDP Indonesia tembus 1 triliun USD, dimana dari 180 negara di dunia, tercatat hanya ada 16 negara yang memiliki output di atas 1 triliun USD termasuk Indonesia (dikutip dari koran-jakarta.com). Tentunya dengan capaian ini, saya turut bangga (dengan catatan-catatan tertentu).

Terlepas dari berapapun kinerja pertumbuhan ekonomi makro Indonesia. Namun, pertanyaan yang menggekitik bagi saya dan mungkin sebagian besar masyarakat awam, adalah apakah pertumbuhan ekonomi makro ini diikuti oleh perbaikan struktur ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah?

Struktur ekonomi masyarakat yang dimaksud yakni bagaimana masyarakat mampu menjangkau akses terhadap kepemilikan asset; akses terhadap pendapatan; dan akses terhadap kebutuhan dasar (khususnya pangan, pendidikan, dan kesehatan). 

Pertumbuhan ekonomi makro seyogyanya mampu terdistribusi ke bawah dan memberikan trickle down effect terhadap perubahan struktur ekonomi masyarakat. Dalam kontek pengelolaan pembangunan nasional, salah satu fungsi pemerintah yakni fungsi alokasi dan distribusi, guna menjamin pemerataan yang proporsional dan berkeadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun