Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jalan Terjal Indonesia Terapkan "Polluter Pays Principle"

15 Mei 2018   10:59 Diperbarui: 16 Mei 2018   20:42 2514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan, Nur Alam (kiri) mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1). Sidang dengan terdakwa Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara itu berganda mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/18.(Hafidz Mubarak A)

Di luar cemaran limbah antropogenik, pada kasus Citarum saya menyoroti kehadiran ribuan industri di sepanjangnya DAS, di mana ribuan industri tersebut sudah dipastikan membuang limbah industri. Artinya ada potensi resiko kerusakan lingkungan dan bahaya bagi keamanan pangan.

Karena ada potensi resiko, maka semestinya pengawasan (internal dan eksternal) harus dilakukan secara intensif. Tidak cukup hanya berdalih, bahwa amdal sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa tak ada penyimpangan yang menimbulkan kerusakan lingkungan.

Ironis memang, karena sudah jadi rahasia umum bahwa Amdal pada kenyataannya hanyalah dokumen yang punya nilai pada awal perencanaan saja sebagai syarat memperoleh izin lingkungan. 

Padahal Amdal mestinya betul-betul diimpementasikan secara konsisten sebagai bentuk tanggungjawab lingkungan dan perwujudan prinsip kehati-hatian, bukan tameng untuk berkelit dari fakta kerusakan lingkungan yang ada di depan mata. Upaya bersih bersih Citarum merupakan langkah positif, namun akan lebih efektif jika penegakan hukum diterapkan secara konsisten.

Kasus lingkungan memang seolah bagaikan benang kusut. Penyelesaian yang berlarut larut, bukan karena sulit temukan fakta, tapi harus diakui banyak aktor yang terlibat, di mana kepentingan ekonomi selalu unggul telak jika dihadapkan dengan kepentingan ekologis.

Semua berdalih demi pembangunan dan pertumbuhan. Perang antara regulasi versus diskresi seringkali terjadi dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan perencanaan ruang dan perizinan.

Indonesia merupakan negara yang mengadopsi konsepsi "sustainable development" dan menjadi bagian negara di dunia yang memasang target pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) 2015-2030. Dari 17 goals tersebut setidaknya sebanyak 7 goals terkait dengan isu lingkungan.

Namun sayangnya, respons negatif seringkali mencuat manakala muncul ide/gagasan terkait pentingnya memasukan aspek lingkungan ke dalam mata rantai bisnis. Polemik muncul, karena sebagian besar menganggap ide tersebut menghambat investasi. Itulah kenapa, permudahan perizinan dan investasi terkadang mengabaikan aspek ini, padahal ini penting.

Kontrol terhadap industri untuk melihat konsistensi penerapan produksi bersih menjadi keniscayaan. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang telah berjalan, harus terus didorong secara transparan dan bukan hanya sekadar pemenuhan administratif tapi dalam rangka menumbuhkan tanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan hidup. Reward and punishment menjadi sangat penting dijalankan.

Satu hal lagi yang bagi saya penting adalah mewajibkan industri/kegiatan usaha yang punya dampak penting terhadap lingkungan hidup untuk melakukan internalisasi biaya lingkungan. Internalisasi biaya lingkungan yakni memasukan komponen kegiatan pemulihan lingkungan hidup sebagai bagian tidak terpisahkan dari cost production.

Memang ini lagi-lagi diprediksi akan mengundang polemik, karena sudah barang tentu industri akan berdalih bahwa mereka telah mengeluarkan cost tambahan dan bukan tidak mungkin beban cost ini akan dilempar ke konsumen dengan mematok harga produk yang lebih tinggi. Padahal prinsip produksi bersih tidak melulu dengan cost besar tapi bagaimana melakukan perubahan pola penanganan untuk mereduksi output limbah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun