Mohon tunggu...
Audi Jamal
Audi Jamal Mohon Tunggu... -

16 years old captain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Peristiwa Sebelum Lilian Berjanji Pada Ahmad

13 Mei 2013   21:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:38 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lilian mabuk. Matanya penuh dengan virus-virus kecil yang membuatnya terus memandang ke arah Ahmad. Beberapa huruf Calibri yang membentuk satu paragraf dengan sejumlah spasi di atas buku "1001 Cara Move On" membantu mengalihkan. Tapi tetap saja, huruf-huruf itu buyar. Lilian tetap lurus menatap, hingga hidungnya megap-megap, sampai tidak lagi berada dalam lingkar sadar, bukunya jatuh. Murid-murid lain memerhatikan sikapnya yang baru kali ini, karena biasanya Lilian hanya menikmati drama tubuh Ahmad dengan mengambil sedikit celah, misalnya dari jendela kelas yang memfasilitasi pemandangan lapangan, tempat Ahmad menghabiskan waktu istirahat, selebihnya hanya membuang wajah cepat-cepat saat Ahmad mulai sadar bahwa ia sedang habis-habisnya dijadikan pemandangan. Tapi kali ini, dengan caranya yang sedikit berbeda, menaruh buku di depat matanya, ia tetap konsentrasi menatap, sampai-sampai bukunya jatuh dan Ahmad dua kali menangkap matanya basah-basah, hingga lelaki itu sadar dan belum mau pindah posisi. Sebegitu sempurnanyakah dia? Ia hanya ingin memastikan secara matang.

Mungkin karbondioksida yang baru keluar dari hidung Lilian masih merasa kesal, karena lama sekali ia menahannya di dalam,  akibat semua organ tubuhnya yang ramai-ramai ikut membantu mata berkonsentrasi dan meresapi pertunjukkan tubuh Ahmad, akhirnya karbondioksida berbisik ke oksigen yang tak punya telinga, ke oksigen yang sedang melurus antre sebelum memasuki hidung gadis itu, oksigen setuju dengan karbondioksida, akhirnya mereka serempak mengeluarkan aroma gula manis dengan menembus epidermisnya masing-masing. Satu semut kecil yang sedang menjelajah di atas bangku taman akhirnya tertarik mendaki tubuh duduk Lilian, ingin mencari-cari asal aroma gula manis itu, dengan radar yang sudah menguat sejak pukul enam tadi. Hentakan kaki sang semut sesekali melindas rambut-rambut yang ada di atas kulit Lilian, membuat bola mata Lilian berpindah arah. Karbondioksida mulai merasa puas, misinya berhasil. Tangan kiri mulai mengangkat, membantu ibu jari dan jari tengah hendak menyentil semut kecil itu, tapi tuan hati menahan, bola mata juga setuju, mereka berdua menahan tangan kiri. Menurut mata, semut itu manis dan kesepian, menurut hati, semut itu tidak sedikitpun mengganggu Lilian. Jadi, untuk apa disentil? Sentilan adalah hukuman terberat untuk dunia persemutan, kasihan kata hati. Karena terlanjur jatuh cinta, mata terus menatap semut yang sedang asyik menjelajah, dengan rela hati mendaki-daki tubuh Lilian untuk menemukan rasa gula manis itu. Sekarang, langkahnya telah sampai di sela-sela jari kanan, di antara jari manis dan kelingking, sambil bersenandung dengan suaranya yang melengking, ia terus mengerling.

Dimana gula itu ya? Aku akan membawanya pulang untuk ibu.

Lilian melumat habis rasa geli yang mulai muncul, tapi semut itu terlalu manis untuk disingkirkan.

Teruslah berjalan-jalan, akan kuserahkan tangan ini, kapanpun kau mau.

Menurut semut itu, tangan Lilian begitu halus dan berbeda dari bagian tubuh orang-orang lain yang dulu pernah ia injak, anggota tubuh pertama yang membantunya belajar berjalan adalah rambut seorang model shampoo, jika keseimbangannya kacau, tangannya memegang sehelai rambut erat-erat, membayangkan dirinya sehebat tarzan, saat sudah mulai lancar berjalan, semut itu mulai mencoba bertahan di atas ibu jari kaki kanan seorang paman yang sedang berlari mencari keponakannya. Hingga berdirilah semut itu disaat dirinya merasa sudah mahir berjalan-jalan mengelilingi tubuh manusia, di masa-masa sekarang ini.

Aku adalah semut terhebat, berjalan-jalan di atas tangan yang sehalus salju.

Lilian terus memandang gemas semut itu, ia mulai berjalan menuju punggung tangan, lucu berkali-kali.

Padahal tidak ada gula, kulitku bening, bukan hitam dan bukan manis. Mengapa kamu terlihat seperti mencari-cari? Baiklah, kamu bernama Simanis, sekarang.


Simanis.  Mungkin bila raja semut mendengar, ia akan segera membunuh semut kecil itu, karena nasib Simanis lebih manis daripada dirinya yang sinis. Diberi nama sebegitu manis tidak seperti dirinya yang bernama Kronis.

Andai aku mengetahui nama wanita ini. Simanis mulai berandai-andai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun