"Pencabutan dan rencana pencabutan ini betul-betul ditujukan untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan nilai SDA yang ada. Banyak perusahaan yang diberikan izin tetapi tidak mengusahakan izin yang diberikan kepada mereka. Sebaliknya kami sadari juga banyak pihak atau badan usaha yang berminat untuk berinvestasi namun karena keterbatasan sumber daya dan wilayah yang sudah terlanjur diberikan kepada pihak lain yang sudah mendapatkan izin tetapi tidak mengusahakan menjadi kendala itu sendiri", jelasnya.
Sementara itu, Ridwan menjelaskan terdapat 3 hal yang menjadi kemungkinan pencabutan IUP tersebut.
Pertama, Ditjen Minerba mendapat perintah untuk membuat daftar perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kegiatan pada bulan Maret-April 2021. Pada masa itu RKAB 2021 masih dikeluarkan oleh pemerintah daerah sehingga terbuka kemungkinan data yang dimiliki tidak sama dengan data yang dikeluarkan oleh daerah.
Kedua adanya kemungkinan peralihan kepemilikan di mana pemilik baru atau manajemen baru tidak memperbarui datanya kepada pemerintah sehingga komunikasi tidak lancer antar kedua pihak.
Ketiga ialah dinamika waktu menyusun daftar perusahaan yang tidak aktif kemudian proses pengajuan RKAB. "Bisa saja daftar sudah dibuat, namun proses penyusunan RKAB masih berjalan", katanya.
Berdasarkan data yang dipaparkan Ridwan, status April 2021 terdapat 5.490 total perusahaan pertambangan di tanah air (sekarang sudah bertambah kurang lebih 100 perusahaan).
Dari 5.490 perusahaan ini terdapat 2.343 perusahaan yang tidak berkegiatan (mineral 1.857 dan batubara 486). Namun, kemudian terdapat 43 perusahaan mineral dan 21 perusahaan batubara yang menyampaikan RKAB 2021 setelah kebijakan pencabutan dibuat.
Dom Asteria, pas kali di akhir Maret 2022