Mohon tunggu...
L Dendeng
L Dendeng Mohon Tunggu... karyawan BUMN -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Uang Muka Pada Transaksi Jual Beli Ditinjau dari Sistem Hukum Perjanjian di Indonesia

18 November 2016   13:59 Diperbarui: 18 November 2016   14:05 4169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pada jenis transaksi jual/beli, khususnya barang (bergerak/tidak bergerak) antara 2 (dua) pihak, kadang kali terjadi kesepakatan secara verbal yang diikuti dengan pembayaran sejumlah uang muka tanpa disertai bukti tertulis. Apabila transaksi sebagaimana dimaksud tidak mengalami kendala dalam pelunasannya, maka para pihak tidak akan mempersengketakan apa yang telah disepakati secara verbal tersebut. Akan tetapi, lain halnya apabila terjadi ingkar janji (wanprestasi) oleh salah satu pihak terhadap apa yang telah disepakati.

Pada Perjanjian jual-beli, terdapat unsur-unsur pokok (“essentialia”) yang menurut  Prof. R. Subekti SH yaitu berupa Barang dan Harga. Pembayaran atas barang tersebut dilakukan dengan uang, sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang bahwa Uang adalah alat pembayaran yang sah, sehingga apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak, dalam hal ini jika salah satu pihak tidak menyerahkan barangnya, terlambat menyerahkan barangnya, menyerahkan barangnya akan tetapi tidak seperti kondisi yang disepakati, 

maupun dari sisi pembeli yaitu membatalkan kesepakatan yang telah terjadi secara sepihak, tidak dapat memenuhi pembayaran sesuai dengan waktu yang telah disepakati, dan atau sebab-sebab lainnya yang menyebabkan salah satu pihak wanprestasi, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan secara Perdata maupun Tuntutan secara Pidana, dengan terlebih dahulu mencoba menyelesaikan permasalahan melalui perdamaian, untuk kemudian dapat dibuatkan Akta Perdamaian di hadapan Notaris. Permasalahan seringkali timbul dalam transaksi jual/beli, bila kesepakatan antara para pihak tidak dituangkan secara tertulis dalam sebuah Perjanjian (dibawah tangan atau di hadapan Notaris) atau bukti pembayaran uang muka yang tidak ada bukti tertulis.

Pihak yang merasa dirugikan tidak perlu khawatir, karena berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1866, terdapat 5 alat bukti yang diakui, yaitu:

  • Bukti tulisan
  • Bukti dengan saksi-saksi
  • Persangkaan-persangkaan
  • Pengakuan
  • Sumpah

Sedangkan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 184 terdapat 5 alat bukti yang juga diakui di hadapan Pengadilan, yaitu:

  • Keterangan saksi
  • Keterangan ahli
  • Surat
  • Petunjuk
  • Keterangan terdakwa

Sehingga, apabila pihak yang merasa dirugikan memiliki minimal 2 (dua) alat-alat bukti sebagaimana tersebut, pihak tersebut dapat mendaftarkan sebagai bukti di hadapan Pengadilan atas perkaranya tersebut.

Sesuai dengan asas konsensualisme yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata, bahwa Perjanjian jual beli itu lahir ketika terjadi kata “sepakat” dimana ditegaskan dalam pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa “Jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga dijelaskan syarat-syarat sahnya suatu Perjanjian, yaitu:

  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
  • Suatu hal tertentu
  • Suatu sebab yang halal

Di setiap transaksi jual/beli, para pihak sebaiknya menuangkan kesepakatannya secara tertulis dan dihadapan saksi atau Notaris. Kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian, dan diaktakan dihadapan Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat para pihak. Akta Notaris digolongkan sebagai salah satu Akta Otentik sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, 

dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta otentik merupakan salah satu alat bukti yang diakui oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sedangkan terhadap pembayaran berupa uang muka,  sebaiknya disebutkan dalam Perjanjian, yaitu dengan menyebutkan tahapan pembayaran,  besaran uang untuk masing-masing tahapan pembayaran, maupun denda keterlambatan apabila terjadi keterlambatan pembayaran sehingga para pihak mengetahui secara jelas hak dan kewajibannya masing-masing.

Penulis : Langelo Samuel Dendeng SH, LL.M

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun