Mohon tunggu...
LAYLA NOVIA
LAYLA NOVIA Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

just shup up the rest ytta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan Difabel Ketika Berhadapan dengan Hukum

5 Desember 2022   15:32 Diperbarui: 5 Desember 2022   15:33 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

REVIEW ARTIKEL PEREMPUAN DIFABEL BERHADAPAN HUKUM

PENULIS : Muhammad Julijanto (IAIN Surakarta)

 

Semenjak diratifikasi konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas atau The United Nation Convention on the rights of persons with disabilities pada November 2011 melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang pengesahan konvensi mengenai hak penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas merupakan istilah pengganti dari istilah penyandang cacat. Istilah penyandang cacat dulunya lebih banyak digunakan di Indonesia karena dalam hal itu dinilai kurang patut maka diganti dengan penyandang disabilitas. Untuk mengupayakan kesejahteraan difabel dari berbagai aspek kehidupan, baik dalam lapangan ekonomi maupun sosial kemasyarakatan sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah dan partisiasi aktif dari masyarakat.

Disabilitas juga mempunyai hak asasi manusia, peranan negara dalam menjamin hak konstitusional warga negaranya menjadi hal yang harus diwajibkan. Pendidikan, Hukum, dan kemiskinan perlu diperhatikan karena juga menjadi hak disabilitas. Di Indonesia data kekerasan terhadap perempuan difabel menujukkan trend peningkatan kekerasan dari tahun ke tahun, bahkan dari kabupaten ke kabupaten dan hal tersebut kurang ditangani dengan baik oleh pemerintah maupun kesadaran dari masyarakat yang kurang.

Ekonomi lemah, gangguan psikis, gangguan fisik dan belum mengetahui upaya hukum yyang harus ditempuh menjadi sebuah problem yang dihadapi oleh korban (disabilitas). Kemudian secara lebih mendalam, masalah yang dihadapi bagi merka kususnya perempuan difabel dalam menangani kasus korban kekerasan antara lain: 1) SDA (pemahaman yang maksimal terhadap difabel yang dimiliki pengacara maupun paralegal kurang maksimal, baik  menganai varian maupun kekhususan dalam perilakunya); 2) Akses seperti dana, informasi, ekonomi, dan sebagainya masih terbatas 3) Bukti terbatas dan: 4) Kesulitan difabel dalam komunikasi.

Sedangkan persoalan yang dihadapi secara umum adalah: 1) tidak adanya pendanaan; 2) birokrasi dari pemerintah; 3) pencarian data dan informasi; 4) Kurangnya kesadaran hukum yang dimiliki pada masyarakat ; 5) akses informasi terbatas; 6) Proses hukum yang lama dan; 7) Pengetahuan tentang hukum yang minim. Di kepolisian juga memiliki persoalan untuk menangani korban disabilitas, antara lain: Di Kepolisian tidak adanya pendampingan saat pemeriksaan korban disabilitas, ruang pemeriksaan tidak mudah diakses, dan minimnya informasi untuk korban. Kemudian persoalan dalam menangani korban disabilitas di Kejaksaan antara lain: Di kejaksaan, jaksa tidak memberitahukan kepada pendamping hukum bahwa berkas sudah dilimpahkan dikarenakan korban sudah diwakili jaksa, dan minimnya pengetahuan tentang disabilitas. Sedangkan di pengadilan, terkadang Undang-undang kalah dengan pernyataan, korban sudah diwakili jaksa, hakim kesulitan berkomunikasi dengan disabilitas.

Difabel ketika menjadi saksi dalam persidangan kurang jelas dalam diminta keterangan, oleh karena itu saksi yang merupakan seorang difabel ketika menguraikan kejadian yang dialam harus diperhatikan penegak hukum di Indonesia karena mereka berbeda dengan orang normal pada umumnya, sehingga perlu adanya upaya lebih agar difabel memperoleh hak yang sama dihadapan hukum. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih banyak yang belum terpenuhi. Selain karena keterbatan ahli, dan juga tidak semua jenis perlindungan dapat dikontekstualisasikan pada kasus yang korbannya seorang difabel.

Ketidakstabilan penyandang tuna grahita merupakan faktor lain yang mempengaruhi proses hukum, sehingga menjadi hambatan dalam pengusutan kasus kekerasan. Keterangan yang disampaikan difabel tersebut berubah-ubah setiap saat, sehingga dianggap tidak sah menurut hukum atas hal itu, meskipun mereka (difabel) benar-benar menjadi korban tindak kekerasan. Pemahaman dan pemaknaan setiap orang yang berbeda, demikian juga dalam penegakkan hukum, dimana antar aparatur penegak hukum mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam melihat suatu kasus yang dialami. Kaum difabel, khususnya perempuan difabel harus mendapatkan perhatian khusus, apalagi jika difabel sedang berhadapan dengan hukum.

ANALISIS ARTIKEL PEREMPUAN DIFABEL BERHADAPAN HUKUM

Terdapat banyak artikel yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap kaum difabel. Salah satunya karya yang ditulis oleh Bapak Muhammad Julijanto Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta. Artikel yang dibahas yaitu mengulas beberapa fakta terkait penangan difabel karena data kekerasan kususnya di Indonesia terhadap perempuan difabel menujukkan peningkatan kekerasan dari tahun ke tahun, bahkan dari kabupaten ke kabupaten. Pelaksanaan dalam level eksekusi terhadap penanganan difabel dari aparat hukum kurang efektif dan kurang greget ketika berhadapan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun