Mohon tunggu...
Lawrence H
Lawrence H Mohon Tunggu... -

Sarjana Teknik Elektro yang sepertinya tertarik pada bidang Humaniora. Mencoba menemukan jejak-jejak sang pencipta dari terbitnya matahari hingga terbenamnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika S.T. "Kemarin Sore" Mencoba Meng-eksak-kan Perasaan

7 Desember 2017   11:48 Diperbarui: 7 Desember 2017   12:07 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setelah Ujian Pendadaran di Kampus III USD Paingan

Sebagai seorang yang menggeluti bidang keteknikan, tentunya tidak bisa dipisahkan dari ilmu matematika dan fisika. Semuanya terukur dan pasti. Berbagai rumus dan teori menjadi makanan sehari-hari. 

Semuanya bisa dihitung karena setiap besaran memiliki satuannya masing-masing. Dalam ilmu fisika besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur, mempunyai nilai yang dapat dinyatakan dengan angka, dan memiliki satuan tertentu. Sedangkan satuan adalah pernyataan yang menjelaskan arti dari besaran. Misalnya panjang satuannya meter, waktu satuannya detik, kuat arus listrik satuannya ampere dan masih banyak besaran dan satuan lainnya.

Saat Kuliah Teori di Kelas
Saat Kuliah Teori di Kelas
 Hal yang berbeda saya alami ketika saya berada dalam bidang kesenian secara khusus seni karawitan. Dari pagi sampai sore saya di kelas mempelajari ilmu-ilmu eksakta sedangkan dari sore hingga malam saya mencoba mengolah rasa dalam UKM Seni Karawitan. Sejauh yang saya tahu seni itu berkaitan dengan keindahan. Keindahan terkait dengan selera dan selera terkait dengan perasaan. Bahkan Romo Driyarkara mengatakan bahwa seni itu memperhalus rasa.

Berbicara tentang seni, keindahan dan perasaan bagi saya berbeda dengan ketika saya mempelajari ilmu-ilmu eksakta. Dalam hal keindahan dan perasaan tidak ada besaran dan satuan yang pasti. Keindahan dan perasaan sulit diukur dan diberi angka. Dalam sebuah lagu sekolah minggu ada yg menyatakan bahwa kasih Tuhan itu lebih indah dari pelangi, lebih indah dari bintang dilangit, lebih indah dari bunga di padang. 

Pertanyaannya: indahnya itu seberapa? Berapa angkanya? Apa satuannya? Bagitu juga dengan perasaan seperti benci, marah, bahagia, cinta, sayang dan lainnya. Ada yg mengatakan "aku lebih sayang kamu dari pada dia" bahkan ada yg mengatakan "cintaku padamu lebih besar dari pada dia" sayangnya itu seberapa? 

Cintanya itu seberapa? Berapa angkanya? Apa satuannya? Pertanyaan pertanyaan seperti ini tentunya sulit untuk dijawab karena tidak ada besaran dan satuan yang jelas. Mungkin karena hal ini lah kita sulit membedakan mana cinta yg tulus mana cinta yg modus. Andaikan perasaan ada besaran dan satuannya mungkin tidak ada orang yang terluka karena cinta.

 Sebagai seorang yang menggeluti bidang teknik secara khusus Teknik Elektro yang juga "terdampar" di bidang karawitan saya mencoba menjawab keprihatinan yang saya alami sendiri dalam bidang karawitan atau gamelan lebih luasnya. 

Gamelan kurang mendapat tempat dalam masyarakat saat ini, secara khusus bagi kaum mudanya. Menurut hemat saya hal ini disebabkan oleh proses sosialisai yang kurang karena harga perangkat gamelan yang mahal sehingga tidak banyak orang yang mampu membeli gamelan. Begitu juga dengan kesan kuno sehingga kurang menarik minat kaum muda saat ini.

Penampilan saat acara Elektro Day di Kampus III USD Paingan
Penampilan saat acara Elektro Day di Kampus III USD Paingan
 Saya menyadari menyatukan kedua hal tersebut bukan lah perkara yang mudah. Namun terdorong oleh rasa keprihatinan saya dan untuk menjawab tantangan yang di berikan oleh Romo Budi Suanar, SJ saya mengajukan Tugas Akhir dengan judul "Demung Elektronik Berbasis Raspberry Pi". Tugas Akhir ini lahir dari refleksi atas 2 hal yang saya hidupi belakangan ini yaitu elektro dan gamelan. 

Saya mencoba membuat suatu perangkat yg menyerupai instrumen demung (purwarupa) namum keseluruhannya terbuat dari kayu termasuk bilahnnya sehingga suara yg dihasilkan merupakan suara rekaman demung konvensional dalam bentuk audio digital. Ketika bilah demung di tabuh suara rekaman demung akan keluar dari speaker. Kuat lemahnya tabuhan yang diberikan akan mempengaruhi volume suara yang di hasilkan. 

Jika di tabuh lemah maka suara yang dihasilkan lirih sedangkan jika di tabuh kuat maka suara yang dihasilkan akan keras. Dengan rekayasa seperti ini harapannya bisa menekan biaya pembuatan demung yang lebih murah sehingga banyak orang yang bisa memiliki gamelan. Disamping itu saya mencoba membuktikan bahwa tidak selamanya perkembangan teknologi membawa dampak buruk bagi suatu seni tradisi. 

Sebagai seorang engineer yg dalam kelas Etika Profesi Romo Ardi Handojoseno, SJ menyebutnya sebagai ahli rekayasa, saya harus merekayasa perasaan dengan mengukur dan mengangkakannya. Hal ini cukup menyulitkan bagi saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun