Mohon tunggu...
Darwis Kadir
Darwis Kadir Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Ada "Keharuman" dalam Seonggok Tahi

25 Februari 2018   15:21 Diperbarui: 25 Februari 2018   16:22 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak ada eufisme dalam tahi,sebuah judul cerpen dari pak Badaruddin Amir. Mengisahkan cerita tahi atau kotoran manusia yang ada diteras sekolah.Menimbulkan sebuah kehebohan tuduh menuduh. Kali ini saya tak akan bercerita tentang kotoran manusia,namun yang akan saya ceritakan adalah kotoran ternak.

Seonggok tahi kuda di teras sekolah. "Harumnya" menyeruak tajam menusuk hidung. Namun tak menimbulkan kehebohan yang luar biasa. Rasa heboh dihati siswa dan guru itu hanya tersimpan di dalam hati masing-masing. Ngedumal istilahnya. Kenapa hewan itu berani membuang hajatnya di tempat umum sekaligus sekolah yang notabene tempat mencari ilmu pengetahuan ?. Siapa sih pemilik ternak itu ?.

Tak ada yang mengubris tahi itu dengan kata lain tak ada yang menyingkirkannya. Seakan dia betah bermukim disitu. Tegel putih yang ditempati tahi kuda ini mungkin saja telah mengajukan protes berkali-kali. Namun tak ada yang mendengarnya. Semua larut dalam keriangan bermain,dan para guru itu serba sibuk dengan proses pembelajaran dikelas.

Akhirnya Berlembar-lembar nota protes telah dilayangkan tegel putih itu. Dia merasa kesuciannya telah ternodai. Namun apalah daya tahi itu tetap bercokol menyebar "keharuman".

Dia ibarat barang tak berguna. Kotoran yang mesti dibuang agar tak menimbulkan kegaduhan dalam usus. Sesuatu terbuang itu kemudian dianggap hina. Untuk menyentuhnya pun manusia segan,hanya baunyalah yang bisa kemudian menyebabkannya terdeteksi manusia. Suka atau tak suka,bau itu akan terus menyebar.

Dia ibarat ranjau,menunggu orang untuk menginjaknya dan tangan-tangan orang itu akan meraba tahi itu dan mengendusnya. Akh tahi...gumannya yakin. Manusia memang selalu tak yakin,dan untuk memastikan itu pastilah ditindaklanjuti dengan mencium-cium bau yang terpendam itu. Keyakinannya muncul namun terlambat,tangan itu telah berlepotan tahi dan itu nyata terasa.

Lama kelamaan tahi kuda itu mulai berubah warna,baunya pun tak menusuk indera penciuman lagi. Namun kehadirannya masih tak dianggap. Tahi itu masih bercokol diteras sekolah diatas tegel putih yang telah lama diam dalam kedongkolannya. Rasa benci keramik putih mulai tumbuh terhadap sekawanan kuda-kuda itu.

Hingga suatu hari,kawanan kuda itu berdatangan lagi di sore hari. Suasana cukup lengang. Anak sekolah telah pulang dan para gurunya asyik beristirahat di perumahan sekolah. Kawanan kuda itu meringkik riang berlarian menyantap rerumputan liar sampai kenyang.Kuda-kuda ini kemudian berlomba membuang hajatnya di halaman sekolah itu. Selamatlah si tegel putih itu. Untuk sementara waktu dia terjaga dari kotoran binatang itu.

Suatu hari,ketika onggokan tahi diteras sekolah itu dianggap biasa-biasa saja. Tidak dengan onggokan tahi yang di halaman. Kotoran dalam jumlah banyak itu kemudian merusak pemandangan dan mengusik hidung dari kenyamanan.Tak terkecuali penglihatan kepala sekolah. Dia datang dengan pandangan mata yang tertumbuk pada tebaran tahi itu.

Baunya tercium pesing. Maka perintah pun dikeluarkan demi membersihkan halaman itu. "Esok hari kita kedatangan tamu",ucapnya

pada siswa yang sibuk membuang tahi itu ke semak-semak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun