Mohon tunggu...
Kosmas Lawa Bagho
Kosmas Lawa Bagho Mohon Tunggu... Auditor - Wiraswasta

Hidup untuk berbagi dan rela untuk tidak diperhitungkan, menulis apa yang dialami, dilihat sesuai fakta dan data secara jujur berdasarkan kata hati nurani.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyair dan Eufemisme Kritik Sosial: Esai Puisi "Pajero" Yerem B. Warat

10 Mei 2021   08:23 Diperbarui: 10 Mei 2021   08:43 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Misi atau pesan yang diemban puisi ini tentu tidak bisa ditafsirkan sebagai pesan politis, tetapi dalam pengertian pesan puitis. Dikatakan pesan puitis karena segala makna dan nilai puisi ini akan selalu dapat dikembalikan ke dalam makna dan nilai puisi itu sendiri sebagai suatu karya sastra yang mempunyai ciri-ciri tersendiri sebagai karya imajinatif yang otonom, yang mesti dilihat dari sudut imajinasi pula.

Misi yang diemban "Puisi Pajero" ini sanggup membawa imajinasi kita sebagai pembaca ke dalam alam atau suasana batin yang mendasar dan bersifat murni-manusiawi, karena mengemban misi kebenaran dan kemanusiaan. Pesan puitis yang murni-manusiawi itu sanggup menggedor hati sanubari kita tentang kedirian kita sebagai manusia yang sering terbelenggu karena terjepit oleh berbagai keadaan buruk dan tidak manusiawi" Sehandi ("Burung Rajawali Rendra". 2008).

2. Pajero adalah simbolisasi Penyair dan Eufemisme Kritik Sosial

Penulis percaya sungguh bahwa puisi "Pajero" merupakan kritik sosial cukup tajam kepada pihak yang bertanggungjawab atas kemaslatan hajat hidup orang banyak. "Pajero" memenuhi teori efisiensi kata. Kata singkat, sedikit dan mengungkapkan banyak fakta. Fakta yang belum sesungguhnya menjadi dambaan banyak orang terutama masyarakat terhadap para pemimpinnya.

"Pajero" bisa diasumsikan sebagai barang mewah dengan nama maaf "Pajero". Saat ini banyak berseliweran di negeri kita dari kota sampai daerah walau kebanyakan memang ada di kota. Pajero menarik perhatian pembaca menuju suatu benda.

Ternyata dalam puisi "Pajero" penyair ingin membangun kesadaran bersama terutama para pemimpin bangsa ini dari pusat hingga daerah untuk memperhatikan rakyat sebagai pemilik mandat kekuasaan kepada pemimpinnya. "Pajero" juga lebih menitikberatkan pada para kandidat wakil rakyat yang datang melawat rakyat pemilik kedaulatan hak demokrasi (suara terbanyak) waktu musim pemilihan lalu meninggalkan rakyatnya dalam suasana merana, tertinggal, sedih, susah dan miskin saat sudah menjadi wakil rakyat dan bupati, wali kota, gubernur bahkan presiden sekali pun.

Yerem pun menulis, "Pajero/Di jalan berlubang/Kami/Masih di sini/Di jalan berlubang-lubang ini".

Rasanya kata-kata puitis ini mengungkapkan realitas yang sangat paradoks. Satu sisi pajero dengan simbol kemewahan, kemegahan, kekayaan sementara disisi yang lain rakyat masih hidup dalam situasi merana, melarat dan jalan yang berlubang-lubang. Situasi paradoks ini dialami hampir semua rakyat terutama pada wilayah-wilayah yang masih terisolasi. Sudah terisolasi letak geografisnya ditambah lagi "terioslasi" perhatian dan kepedulian para pemimpin.

Saat ini memang, jalan-jalan zaman Presiden Joko Widodo mulai dipercantik dengan anggaran super mega yang kita kenal dengan dana desa. Tidak dipungkiri bahwa jalan-jalan desa mulai diaspal dan dirabat. Kendati demikian, kita tidak boleh menutup mata bahwa sebagian masih ada yang berlubang walau itu jalan di kota atau provinsi. Yerem pun melanjutkan kritikannya, "Kalau pun bisa ke mari/Hati-hatilah saja supaya tak terjungkal/Ke dalam lubang/Terkubur dengan kacamu terpecah-pecah".

 Penulis bingung, tulisan "Pajero" penyair Yerem B. Warat ditempatkan pada aliran sastra mana. Pajero bisa ditempatkan sebagai aliran realis, mengungkapkan fakta dan data melalui kata yang konkret yakni situasi kemelaratan masyarakat atau rakyat yang menghuni planet bumi Indonesia terungkap jelas dalam frasa "jalan berlubang" di tengah kemegahan, kemewahan sebagian insan yang terungkap dalam kata "pejero".

Puisi "Pajero" juga bisa ditempatkan pada aliran semiotik yang mengungkapkan fakta-fakta situasi kemelaratan manusia dalam simbol-simbol. "Pajero/Terjerembab dalam lubang/Luka kami/Engkau di dalam?"  Ungkapan simbol-simbol yang sangat realis, nyata, ada, bisa diindrai (bdk. Sehandi, 2018. Mengenal 25 Teori Sastra). Sungguh luar biasa penyair ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun