Mohon tunggu...
Kosmas Lawa Bagho
Kosmas Lawa Bagho Mohon Tunggu... Auditor - Wiraswasta

Hidup untuk berbagi dan rela untuk tidak diperhitungkan, menulis apa yang dialami, dilihat sesuai fakta dan data secara jujur berdasarkan kata hati nurani.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Aku Nyaris Meregang Nyawa, Ibuku Menyelamatkanku

14 Januari 2021   10:59 Diperbarui: 14 Januari 2021   11:02 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Si nenek menatapku sekali lagi dan air matanya terus meleleh. Saya diam dan hatiku berkecamuk. Apa gerangan yang terjadi. Ibuku tak pernah mengatakan sesuatu tentang aku. Si nenek melanjutkan,"Waktu sudah genting. Engkau sesak nafas. Kejang-kejang. Semua orang sudah putus asa,  Cuma ibumu tetap pada pendirian, engkau harus diselamatkan. Apa pun beratnya langkah yang harus diayunkan di tengah hujan lebat dan kemungkinan dua kali sudah banjir, ibumu angkat bicara sambil mempersiapkan segala sesuatu. Suaranya keras kepada ayahmu. Kita harus selamatkan anak pertama kita ke rumah sakit. Ayahmu dalam diam mempersiapkan segala sesuatu. Orang-orang sekampung meragukan keselamatan nyawamu. Saat sudah sangat genting di tengah hujan lebat mengguyur, ibumu menggendongmu keluar rumah dan ayahmu mengikutinya dari belakang.

Kami sendiri tidak tahu apa yang terjadi di dalam perjalanan. Tidak ada komunikasi. Tidak ada berita. Lama memang. Tidak hanya satu bulan. Hampir enam bulan, engkau dan ibumu berada di kota kecamatan untuk menyelamatkan kesehatanmu.

Syukur nak, ibumu sungguh tegar,  yakin dan luar biasa, bahwa engkau putra pertamanya bisa diselamatkan. Ibumu yakin bahwa Tuhan bisa menyelamatkanmu jika ada usaha yang tak pernah kenal lelah dan tidak mudah putus asa."

Si nenek tersenyum kecil, menyeka matanya yang masih sembab. "Nak, jagalah ibumu".

Aku kembali ke rumah dengan hati sedang berkecamuk. Saya berani menanyakan hal itu kepada ibu. "Mama, benarkah waktu kecil usia tiga bulan, saya sakit berat dan hampir meninggal. "Kulit bungkus tulang?"

Mama sesungguhnya agak terkejut. Mama tidak mau menceritakan pengalam pahit kepada putra satu-satunya saat itu. Mama hanya bilang "Benar, nak".

Oh ibu, engkau sungguh mulia. Hatimu bergelimangan emas walau kehidupan desa tidak selalu bahagia. Pujian dan syukur berlimpah kepada kebaikan Tuhan sehingga sampai saat menulis goresna tak berharga ini, ibu dan ayahku masih diperkenankan Tuhan bersama kami. Mereka masih hidup bahagia walau banyak ujian hidup yang mereka rasakan.

"Mama, goresan ini merupakan harta berharga yang anakmu persembahkan kepada hatimu yang mulia bersama ayah yang telah menyelamatkan jiwaku.  Ibu dan ayah tetap sehat ya. Tuhan memberkati selalu." Selamat Hari Ibu. ***

CINTA IBU

Ibu ...

Tetap menyiangi rumput 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun