Si nenek menatapku sekali lagi dan air matanya terus meleleh. Saya diam dan hatiku berkecamuk. Apa gerangan yang terjadi. Ibuku tak pernah mengatakan sesuatu tentang aku. Si nenek melanjutkan,"Waktu sudah genting. Engkau sesak nafas. Kejang-kejang. Semua orang sudah putus asa, Â Cuma ibumu tetap pada pendirian, engkau harus diselamatkan. Apa pun beratnya langkah yang harus diayunkan di tengah hujan lebat dan kemungkinan dua kali sudah banjir, ibumu angkat bicara sambil mempersiapkan segala sesuatu. Suaranya keras kepada ayahmu. Kita harus selamatkan anak pertama kita ke rumah sakit. Ayahmu dalam diam mempersiapkan segala sesuatu. Orang-orang sekampung meragukan keselamatan nyawamu. Saat sudah sangat genting di tengah hujan lebat mengguyur, ibumu menggendongmu keluar rumah dan ayahmu mengikutinya dari belakang.
Kami sendiri tidak tahu apa yang terjadi di dalam perjalanan. Tidak ada komunikasi. Tidak ada berita. Lama memang. Tidak hanya satu bulan. Hampir enam bulan, engkau dan ibumu berada di kota kecamatan untuk menyelamatkan kesehatanmu.
Syukur nak, ibumu sungguh tegar, Â yakin dan luar biasa, bahwa engkau putra pertamanya bisa diselamatkan. Ibumu yakin bahwa Tuhan bisa menyelamatkanmu jika ada usaha yang tak pernah kenal lelah dan tidak mudah putus asa."
Si nenek tersenyum kecil, menyeka matanya yang masih sembab. "Nak, jagalah ibumu".
Aku kembali ke rumah dengan hati sedang berkecamuk. Saya berani menanyakan hal itu kepada ibu. "Mama, benarkah waktu kecil usia tiga bulan, saya sakit berat dan hampir meninggal. "Kulit bungkus tulang?"
Mama sesungguhnya agak terkejut. Mama tidak mau menceritakan pengalam pahit kepada putra satu-satunya saat itu. Mama hanya bilang "Benar, nak".
Oh ibu, engkau sungguh mulia. Hatimu bergelimangan emas walau kehidupan desa tidak selalu bahagia. Pujian dan syukur berlimpah kepada kebaikan Tuhan sehingga sampai saat menulis goresna tak berharga ini, ibu dan ayahku masih diperkenankan Tuhan bersama kami. Mereka masih hidup bahagia walau banyak ujian hidup yang mereka rasakan.
"Mama, goresan ini merupakan harta berharga yang anakmu persembahkan kepada hatimu yang mulia bersama ayah yang telah menyelamatkan jiwaku. Â Ibu dan ayah tetap sehat ya. Tuhan memberkati selalu." Selamat Hari Ibu. ***
CINTA IBU
Ibu ...
Tetap menyiangi rumputÂ