Apabila partai secara transparan menyatakan biaya yang harus ditanggung para kandidiat, saya pribadi berpikir itu realistis. Kita baru keluar dari rumah pun kita pasti membutuhkan ojek. Ojek membutuhkan bensin atau solar. Bensin dan solar membutuhakn biaya. Tentu, perbandingan seperti ini agak sederhana. Namun hal yang sulit harus dibuat sederhana agar mudah dicerna secara transparan.
Hanya mungkin perlu ada regulasi, berapa rupiah biaya politik yang harus ditanggung para kandidat.Â
Atas pertimbangan tersebut, saya sendiri bukan aktivis politik cuma pengagum politik dan suka membaca hal-hal politik menyatatakan bahwa biaya atau mahar politik tidak ada salanya. Sebab para pendiri dan penjaga partai politik juga membutuhkan biaya operasional untuk terus menggeraakkan roda organisasi kepartaian agar tetap eksis, dinamis dan berkelanjutan.
Keberlanjutan partai politik tidak akan berjalan memadai apabila dalam memproses, merawat dan membesarkannya tanpa asupan dana yang proporsional dan transparan.
Itu pikiran pribadi saya. Kita boleh berbeda persepsi, pemikiran atau gagasan tentang hal. Dari pada kita saling curiga menyangkut biaya atau mahar politik, lebih baik hal itu dilakukan secara terbuka.
Sudah banyak pembahasan bahwa untuk meminimalisir mahar politik yang menguntukan pihak-pihak tertentu maka kegiatan kepartaian dalam proses demokrasi perlu disiapkan pemerintah. Hanya belum terrealisasi dalam pelaksanaannya.
Kita berharap, suatu saat hal ini tidak lagi menjadi isu negatif melainkan menjadi hal positif untuk mematangkan proses demokrasi pemilihan langsung di Indonesia.Â
Bagi saya pribadi, mahar atau biaya politik itu wajar asal dibicarakan dan dilakukan secara terbuka. "Mahar" politik bukan dosa.
Salam berkontestasi secara bermartabat dan berbudaya tanpa menggunakan isu-isu yang memecahbelahkan bangsa kita.
Ende, 13 Januari 2018
Kosmas Lawa Bagho