Mohon tunggu...
Laurentia Arvita
Laurentia Arvita Mohon Tunggu... -

Guru Bimbingan dan Konseling~Motivator~Berfokus pada Psikologi Perkembangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengulik Lebih dalam Temper Tantrum Pada Anak

9 Mei 2018   11:04 Diperbarui: 9 Mei 2018   11:12 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda melihat seorang anak secara tiba-tiba marah, berteriak, menangis,atau bahkan merusak barang yang ada disekitarnya? Perilaku tersebut dikenal dengan Tantrum. Temper tantrum merupakan suatu luapan emosi yang meledak dan tidak terkontrol. Luapan emosi demikian sering disertai dengan beberapa perilaku seperti menangis histeris, marah tanpa alasan yang jelas, membanting benda, menjerit, memukul orang yang berada disekitarnya, bahkan berguling-guling di lantai.

Sebagian besar orangtua mengalami sendiri anak-anak mereka mengalami tantrum dan sebagian dari mereka belum mampu mengatasi keadaan tersebut. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan anak mengalami tantrum. Beberapa diantaranya, antara lain:

  • Ketidakmampuan untuk berkomunikasi
  • Ketidakmampuan anak untuk mengungkapakan perasaan  dan pikiran disebabkan karena keterbatasan bahasa pada anak. Perilaku yang ditunjukkan anak pada saat tantrum menunjukkan rasa frustrasi dan berharap orangtua memahami apa yang mereka rasakan dan ingin katakan.
  • Tidak terpenuhinya kebutuhan
  • Kebutuhan yang diperlukan oleh anak tidak hanya sandang, pangan, dan papan. Anak-anak juga sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan ruang untuk mengekspresikan dirinya. Keterbatasan bahasa membuat anak tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkannya. Mereka tidak tahu bagaimana mengungkapkan kebutuhan mereka akan perhatian orangtua ataupun ruang untuk melakukan apa pun yang mereka suka. Kondisi demikian membuat anak-anak merasa frustrasi dan putus asa.
  • Terhalangnya keinginan anak untuk mendapatkan sesuatu
  • Sikap yang lazim saat anak meminta sesuatu dan orangtua memberikan apa yang diinginkannya. Tetapi, menjadi sikap yang keliru saat setiap keinginan anak dapat diberikan dengan mudah.  Apakah tantrum hanya terjadi pada anak yang dimanja? Tidak. Tantrum pun sering terjadi pada anak-anak yang sangat sulit mendapatkan keinginannya karena adanya tekanan dari orangtua.
  • Merasa tidak aman dan stress
  • Permasalahan keluarga dan hubungan dengan teman sebaya yang tidak harmonis dapat membuat anak mengalami perasaan tidak aman dan nyaman. Ketidakmampuan mereka dalam menghadapi tekanan dan hambatan membuat anak-anak mudah stress. Salah satu upaya coping yang digunakan untuk mengurangi rasa stres tersebut dengan perilaku agresif seperti menendang, membanting, menangis, dan lain sebagainya.
  • Lingkungan
  • Pola asuh orangtua ataupun kondisi lingkungan juga memberian pengaruh pada perkembangan emosi pada anak. Sebagian perilaku yang mucul pada saat tantrum merupakan gambaran perilaku agresif orangtua dan lingkungan yang dipelajari oleh anak.

Tantrum bukan lah perilaku yang tidak dapat di atasi. Syamsuddin (2013) menyatakan terdapat tiga hal yang perlu dilakukan saat tantrum terjadi, yaitu memastikan segala sesuatu aman, perlunya orangtua mengontrol emosi dan tidak ambil peduli terhadap pandangan sinis atau ucapan negatif serta segala bentuk reaksi dari lingkungan. Orangtua perlu memberikan ruang bagi anak untuk melampiaskan segala emosinya pada saat tantrum terjadi dan memastikan segala sesuatu yang dilakukan oleh anak dalam keadaan aman. Apabila memungkinkan orangtua dapat memeluk anak dengan penuh kasih sayang, namun apabila anak meronta atau menyakiti pada saat dipeluk, lebih baik hal tersebut tidak dilakukan.

Membujuk, membentak, mengucapkan kata kasar, beradu pendapat, melakukan kekerasan fisik, negoisasi, dan memberikan nasihat merupakan cara-cara yang tidak perlu dilakukan pada saat anak mengalami tantrum. Memberikan waktu pada anak beberapa menit hingga merasa tenang adalah salah satu cara yang perlu dilakukan. Cara ini tidak hanya berguna bagi anak, tapi juga bagi orangtua agar orangtua mampu mengontrol emosi dan sikapnya. 

Setelah tantrum berlalu, hindari untuk memberikan nasehat atau membahas apa yang telah terjadi. Akan lebih baik jika orangtua membuat anak merasa aman dan nyaman terlebih dahulu. Orangtua juga perlu mencari tahu penyebab tantrum. Jika nasihat memang perlu dilakukan, hendaknya dilakukan dengan cara yang baik dan disaat yang tepat yaitu saat anak sudah tenang dan aman. (ren)

Sumber:

Syamsuddin. 2013. Mengenal Perilaku Tantrum dan Bagaimana Mengatasinya. Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun