Mohon tunggu...
Latif fika
Latif fika Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Blogger di www.latifika.com dan Kompasiana | Content creator

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Kamu, Menjawab Perspektif Lain tentang Childfree

12 September 2021   16:48 Diperbarui: 5 Oktober 2021   04:42 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.latifika.com

Sri Ningsih yang sangat baik, tulus, penuh inovasi, cerdas, namun memiliki perjalan hidup yang penuh luka itu ternyata tidak Allah perkenankan memiliki anak sebagai penerus generasinya. 

Sungguh plot twist sekali, karena pembaca mengira setelah perjalanan hidupnya yang menyakitkan sekaligus mengokohkan karakternya, akan ada kebahagiaan saat Sri Ningsih akhirnya menikah di usia hampir separuh baya. 

Ya, siapa yang tidak sedih melihat karakter utama yang sudah dibuat tegar setegar karang ternyata tidak menemukan kesempatan mempunyai anak dari rahimnya sendiri?

Sampai di sini kemudian saya berpikir. Apakah hidup Sri Ningsih jadi sia-sia? Karena meskipun dia orang yang baik lagi sabar (sungguh saya sampai sembab mata menangis membaca kisah fiksi ini), tapi dia tidak punya anak karena keguguran 2x di usia yang tidak lagi muda. 

Bagaimana jika dia meninggal? Tidak ada anak yang mendoakannya? Bagaimana kalau pahala kebaikannya terputus saat dia meninggal? Padahal dia sangat baik dan tulus. Apakah semuanya jadi sia-sia? Ah, Sri Ningsih.... malang sekali nasibmu. 

Sri Ningsih childfree secara tidak sengaja. 

Sampai di momen ini, saya masih tidak terima Sri Ningsih gagal memiliki garis keturunan. Bagaimana nanti setelah kematiannya? Apakah tidak ada yang membuat pahalanya tetap mengalir? Benar-benar saya hanya mengkhawatirkan poin "anak sebagai penyambung amal orangtua".

Tapi, akhirnya setelah menamatkan kisah ini, justru saya semakin merinding dan menangis. Sri Ningsih tidak memiliki anak, namun hartanya-lah yang kelak menjadi penyambung amalnya setelah kematian. 

Harta 19 trilyun rupiah milik anak Suku Bungin yang kecil dan legam namun bertumbuh dengan cara memukau, ini didapat justru setelah melepaskan ambisinya mengejar karier di perusahaan.

Mungkin bagi sebagian orang ini hanya berhenti pada sebuah fiksi tentang kehidupan. Tapi sungguh saya mendapat pelajaran berharga dari sini. Sekaligus menjadi jawaban bagi saya tentang "bagaimana seorang childfree akan menitipkan pahala jariyah nya tanpa seorang anak". 

Novel ini bisa menjadi penghibur bagi para orangtua yang childfree tanpa mereka inginkan. Sedih sudah pasti. Tapi tidak punya anak bukan berarti akan terputus amal jariyah ketika mati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun