Setelah mandi kilat, aku berpakaian. Kukenakan rok dan kemeja sambil memaki Ayah dan Papa. Bisanya mereka tidak membangunkanku. Tak sempat aku memakai parfum dan lip balm. Alih-alih memakai dua produk itu, aku malah membuang waktu lima menit dengan mencari sebundel laporan pertanggungjawaban yang telah kuprint.
Nah, ketemu. Laporan itu tertumpuk di meja komputer. Buru-buru kumasukkan ke tas. Persetan dengan buku pelajaran hari ini. LPJ lebih penting. Apa kata Suster Kepala kalau aku tidak menyerahkannya?
Turun ke bawah, aku disambut wajah berminyak Sonia. Sepiring besar roti panggang, tiga mangkuk havermut, dan tiga gelas teh hangat terhidang di meja. Kuraih tiga potong roti saat melewati meja makan.
"Papa dan Ayah mana?" tanyaku tergesa.
"Belum bangun, Nona. Beta tak berani bangunkan."
Aku melongo. Jam segini Papa dan Ayah belum bangun? Tak sempat berpikir lama, kuhabiskan sarapanku dan aku berlari ke garasi. Kuperintahkan supir untuk mengantarkanku.
"Ngebut ya, Pak." lanjutku.
Kupandangi jalanan lengang yang dilewati. Sudah terlambat berapa jam aku? Mungkinkah Suster Kepala menungguku dengan marah di ruangannya? Ataukah Suster Kepala sudah tak menungguku lagi? Tanda tanya berdesakan di kepalaku.
Sekuriti yang menjaga gerbang sekolah tersenyum garang melihatku. Kubujuk dia agar membuka gerbang. Aku harus segera masuk. Ini penting, Suster Kepala menunggu LPJ pensi. Melihat aku memohon-mohon, gerbang besar itu pun terbuka.
Aku sprint ke ruangan Suster Kepala. Samar kulihat pintunya membuka. Syukurlah, Suster Kepala masih ada di dalam. Kelihatannya ada Frater Gabriel dan Suster Mariana.
"Pagi, Suster. Maaf, saya terlambat. Saya mau menyerahkan LPJ pensi."