"Apa artinya saya sehat kalau membuat putri saya lama menunggu?"
Tanpa menunggu jawaban, Calvin bergegas turun. Ia berlari menerabas derasnya hujan. Ia menjemput Silvi di food court.
Sepuluh menit kemudian, Calvin dan Silvi melangkah di bawah hujan. Calvin membuka jasnya, menyelimutkan benda mahal itu ke tubuh Silvi. Silvi menolak. Ia takut sang ayah kedinginan.
"Lebih baik Ayah kedinginan dari pada kamu yang merasakannya." Calvin berkata dengan nada finalitas, enggan berdebat.
Tangan Calvin membekap dada. Dingin merasuk tubuhnya. Namun, dia tak menyesal memberikan jasnya untuk Silvi.
Malamnya, Calvin demam. Suhu tubuhnya naik dengan cepat. Silvi sedih dan bersalah.
"Ini semua gara-gara Silvi. Coba aja tadi Silvi naik taksi online. Ayah nggak akan sakit." sesal gadis itu.
"Kamu nggak salah, Sayang. Kan, Ayah sendiri yang ingin kamu pakai jas itu."
Semalaman Silvi menemani Calvin. Ia tidur di kamar pria itu. Dibawanya buku karya Calvin sebagai bacaan pengantar tidur. Melihat buku yang dibaca Silvi, Calvin keheranan.
"Silvi, kamu tahu dari...?"
"Justru itu yang mau aku tanyain sama Ayah. Kenapa Ayah nggak pernah cerita?" sela Silvi gemas.