"Ayah, tadi bekalku habis."
"Good girl."
"Ayah sehat, kan?"
"Sehat. Sudahlah, jangan khawatir terus."
Kudengar Ayah terbatuk di sela pembicaraan kami. Aku pun mendengar Ayah membuang ingusnya. Hatiku disergap cemas. Apakah kondisi Ayah sedang menurun?
Sisa siang ini berlalu dalam cemas Konsentrasiku berkurang selama mengikuti pematerian dan baris berbaris. Aku kepikiran Ayah.
Pukul empat sore, tiba waktunya snacking time. Aku kaget bercampur bingung. Kenapa tidak ada makanan ringan di ranselku? Mungkin ada di tas satunya. Aku lebih terkejut lagi. Segunung camilan ringan disiapkan Ayah untukku. Keripik kentang, permen, biskuit gandum, pop corn rasa susu keju, kue-kue, sepuluh batang Silver Queen, dan tiga kotak pocky. Camilan sebanyak ini, mana mungkin kuhabiskan sendiri?
"Kamu nggak makan?"
Suara barithon Frater Gabriel menembus gendang telingaku. Kucuri pandang ke arah kiri. Terlihat Frater beerkulit putih itu menghampiri seorang peserta LKO yang paling pendiam. Peserta LKO itu hanya membawa ransel kusam dan sepatunya tanpa merk.
"Saya nggak punya uang buat beli snack, Frater. Uang saya habis untuk beli obat adik."
Segera kuberikan sebagian snackku untuknya. Dia kelihatan senang sekali. Frater Gabriel melempar senyum mautnya padaku.